Hidayatullah.com– Dewan Pertimbangan (Wantim) MUI menjelaskan, di dalam ketentuan keorganisasian MUI, khususnya Pedoman Rumah Tangga pasal 1 ayat 6 butir f dinyatakan bahwa jabatan ketua umum dan sekretaris jenderal/umum tidak boleh dirangkap dengan jabatan politik di eksekutif dan legislatif serta pengurus harian politik.
“Maka Ketua Umum MUI, Prof Dr KH Ma`ruf Amin harus mengamalkan perintah organisasi yaitu melepaskan jabatan sebagai Ketua Umum MUI ketika terpilih menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia,” kata Wakil Ketua Wantim MUI, Prof Didin Hafidhuddin usai rapat pleno Wantim MUI yang ke-30, Rabu (29/08/2018) di lantai empat kantor pusat MUI, Jakarta.
Namun, lanjutnya, demi menegakkan marwah organisasi dan peran MUI, serta jati diri MUI sebagai khadimul ummah (pelayan umat) wa shadiqul hukumah (mitra pemerintah), yakni harus berada di atas dan untuk semua elemen umat Islam dan bangsa Indonesia,
maka seyogianya organisasi MUI dan posisi-posisi di MUI tidak digunakan untuk kepentingan politik kekuasaan yang dapat memecah
belah umat Islam dan bangsa Indonesia.
Di tempat yang sama usai rapat khusus itu, Ketua Wantim MUI, Prof Din Syamsuddin menambahkan, jika KH Ma’ruf Amin terpilih jadi wakil presiden, maka MUI akan menggelar rapat paripurna atas usul dewan pimpinan MUI dan melibatkan seluruh anggota dewan pertimbangan MUI dan wakil-wakil lembaga yang ada di MUI, untuk mencari pengganti KH Ma’ruf Amin.
Tapi bagaimana bila KH Ma’ruf Amin tidak terpilih sebagai wakil presiden, apakah akan kembali lagi sebagai Ketua Umum MUI?
“Soal kembali atau tidak kembali karena terpilih atau tidak terpilih, kami tentu tidak mau mendahului takdir,” kata Din menjawab pertanyaan hidayatullah.com.
Yang jelas, kata dia, KH Ma’ruf Amin harus mundur kalau terpilih sebagai wakil presiden.
KH Ma’ruf sejak kemarin telah non-aktif sebagai Ketum MUI. Untuk menjaga keberlangsungan organisasi MUI, tampuk kepemimpinan MUI akan diemban oleh dua Wakil Ketua Umum yakni Prof Dr Yunahar Ilyas dan Zainut Tauhid Sa’adi.* Andi