Hidayatullah.com– 28 Oktober lalu, bangsa Indonesia memperingati Sumpah Pemuda. Sejarawan Dr Tiar Anwar Bachtiar menceritakan, Sumpah Pemuda adalah pembuka jalan menuju ditemukannya “kesamaan objektif” orang-orang yang berada di kawasan Hindia Belanda.
Yakni sama-sama tinggal di wilayah jajahan Belanda yang kemudian dinamai tanah air Indonesia, sama-sama mengakui sebagai “orang Indonesia” (bangsa Indonesia), dan sama-sama akan menggunakan bahasa Melayu-Indonesia sebagai alat pengokoh persatuan.
“Pencarian kesamaan objektif ini penting untuk pondasi terbangunnya suatu negara bangsa yang baru yang akan lepas dari penjajahan, yaitu negara yang nanti diproklamasikan tanggal 17 Agustus 45,” kata dosen sejarah Universitas Padjadjaran ini kepada hidayatullah.com Jakarta, Selasa (30/10/2018).
Sumpah pemuda, lanjutnya, hanya awal atau pembuka jalan untuk mencari ikatan-ikatan kultural yang akan mengokohkan ikatan nasional.
Menurut Tiar, dibutuhkan usaha-usaha kultural lain yang lebih banyak untuk mengikat kebersamaan nasional di negeri ini.
“Salah satu modal yang sering dilupakan oleh para pemimpin kita untuk terus mencari anasir pengikat bangsa ini adalah agama Islam yang dianut oleh mayoritas penduduk negeri ini,” kata pembina komunitas Jejak Islam untuk Bangsa (JIB) ini.
Apabila unsur-unsur kebudayaan Islam Indonesia dikembangkan secara kreatif sebagai penanda identitas bangsa ini, maka, menurutnya, ikatan kohesif di antara warga bangsa ini niscaya akan semakin kokoh di masa yang akan datang.* Andi