Hidayatullah.com—Dewan Militer yang berkuasa di Sudan saat ini dan koalisi utama oposisi telah sepakat soal deklarasi konstitusi yang akan membuka jalan bagi periode baru pemerintahan transisi.
Mediator dari Uni Afrika Mohamed Hassan Lebatt membuat pengumuman awal soal kesepakatan itu hari Sabtu (3/8/2019) tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut, lansir BBC.
Sudan berada dalam krisis politik sejak Omar al-Bashir dilengserkan dari kursi presiden pada bulan April oleh militer.
Militer dan oposisi menandatangani kesepakatan berbagi kekuasaan pada bulan Juli, tetapi rakyat yang berunjuk rasa menanti-nanti apa sebenarnya isi kesepakatan itu.
Dalam kesepkatan tersebut dinyatakan bahwa masa pemerintahan transisi tiga tahun disetujui oleh kedua belah pihak, militer dan oposisi.
Sebuah dewan yang akan memegang kendali pemerintahan Sudan terdiri dari enam orang sipil dan lima jenderal militer.
“Saya mengumumkan kepada rakyat Sudan, masyarakat Afrika dan internasional bahwa kedua delegasi telah bersepakat bulat tentang deklarasi konstitusi,” kata Lebatt kepada para reporter hari Sabtu.
Tanpa memberikan informasi apa isi kesepakatannya, Lebatt mengatakan bahwa selanjutnya akan digelar pertemuan-pertemuan guna menggodok soal perincian teknis seremoni penandatangan.
Draf deklarasi yang dilihat oleh Reuters menyebutkan bahwa kelompok paramiliter Rapid Support Force (RSF), yang dituding membunuhi para demonstran, sekarang akan ditempatkan di bawah komando angkatan bersenjata, dan dinas intelijen akan diawasi oleh dewan kedaulatan dan kabinet.
Kesepakatan deklarasi itu muncul setelah dewan militer mengumumkan bahwa 9 anggota RSF telah dipecat dan ditahan berkaitan dengan pembunuhan para demonstran, termasuk pembunuhan empat anak sekolah, pekan ini.*