Hidayatullah.com- Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menyatakan mundur dari partisipasi aktif dalam Program Organisasi Penggerak (POP) yang telah diluncurkan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
Melalui Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Kasiyarno dalam keterangan tertulisnya mengungkapkan beberapa alasan atas mundurnya Muhamadiyah.
“Muhammadiyah memiliki 30 ribu satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia. Persyarikatan Muhammdiyah sudah banyak membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka,” kata Kasiyarno dalam keterangan tertulisnya diterima hidayatullah.com, Rabu (22/07/2020).
Dia menilai POP merupakan program serius dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan dan penguatan sumber daya manusia.
Dia juga menyampaikan kalau pihaknya telah mengajukan proposal tentang program pengembangan kompetensi kepala sekolah dan guru penggerak untuk mewujudkan perubahan pendidikan di Indonesia.
Lebih lanjut, Muhammadiyah tidak sepatutnya diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang sebagian baru muncul beberapa tahun terakhir.
Kasiyarno juga mengatakan, infrastruktur yang dimiliki oleh Majelis Dikdasmen Muhammadiyah di wilayah Indonesia pun sudah sangat lengkap. Namun, dalam perjalanannya, Kasiyarno memastikan bahwa Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah memutuskan untuk mundur dari POP Kemendikbud.
“Setelah kami ikuti proses seleksi dalam Program Organisasi Penggerak (POP) Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemendikbud RI dan mempertimbangkan beberapa hal, maka dengan ini kami menyatakan mundur dari keikutsertaan program tersebut,” ujarnya.
Adapun yang menjadi dasar pertimbangan utama Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah mundur dari POP Kemendikbud itu adalah:
Pertama, sebutnya, Muhammadiyah memiliki 30.000 satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia. Persyarikatan Muhammadiyah sudah banyak membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka. Sehingga, tidak sepatutnya diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang sebagian besar baru muncul beberapa tahun terakhir dan terpilih dalam Program Organisasi Penggerak Kemdikbud RI sesuai surat Dirjen GTK tanggal 17 Juli Tahun 2020 Nomer 2314/B.B2/GT/2020.
Kedua, kriteria pemilihan organisasi masyarakat yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas, karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Ketiga, Muhammadiyah akan tetap berkomitmen membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan dengan berbagai pelatihan, kompetensi kepala sekolah dan guru melalui program-program yang dilaksanakan Muhammadiyah sekalipun tanpa keikutsertaan Muhammadiyah dalam Program Organisasi Penggerak ini.
Di sisi lain, Kasiyarno meminta agar Kemendikbud meninjau ulang Program Organisasi Penggerak (POP) tersebut.
“Kami mengusulkan agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI meninjau kembali terhadap surat tersebut untuk menghindari masalah yang tidak diharapkan di kemudian hari,” sarannya.* Azim Arrasyid