Oleh: Shalih Hasyim
IMAM Hasan Al-Banna pernah mengatakan, “Orang-orang yang bekerja atau mengajak untuk membangun umat, mendidik bangsa, memperjuangkan dan mewujudkan misi dan nilai-nilai kebenaran dan keadilandalam kehidupan, haruslah mempunyai kekuatan jiwa yang dahsyat yang mengejawantah dalam beberapa hal:
• Tekad baja yang tak tersentuh oleh kelemahan.
• Kesetiaan abadi yang tak terjamah oleh penyimpangan dan pengkhianatan.
• Pengorbanan mahal yang tak terhalang oleh keserakahan atau kebakhilan.
• Pengetahuan, keyakinan, dan penghargaan terhadap konsep perjuangan yang dapat menghindarkan dari kesalahan, penyimpangan, tawar-menawar atau tertipu dengan konsep yang lain.
Keempat hal tersebut sesungguhnya merupakan pekerjaan-pekerjaan khusus jiwa. Hanya di atas pilar-pilar dasar itu, dan hanya di atas kekuatan spiritual yang dahsyat itu sajalah umat yang sedang bangkit terdidik dan bangsa yang kokoh terbentuk. Siklus kehidupan akan terbarui kembali bagi mereka yang tak pernah memiliki spirit kehidupan dalam waktu yang lama. Bangsa yang tidak memiliki sifat ini, atau setidak-tidaknya tidak dimiliki oleh para pemimpin dan pembaharunya, adalah bangsa yang miskin dan tersia-siakan, yang tak pernah meraih kebaikan atau mewujudkan cita-cita. Mereka hanya akan hidup dalam dunia mimpi-mimpi, bayang-bayang dan kesemuan, seperti orang kafir (yang tertutup dirinya dari sinar kebenaran).
وَمَا يَتَّبِعُ أَكْثَرُهُمْ إِلاَّ ظَنّاً إَنَّ الظَّنَّ لاَ يُغْنِي مِنَ الْحَقِّ شَيْئاً إِنَّ اللّهَ عَلَيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ
“Dan kebanyakan mereka tidak mengikuti kecuali persangkaan saja. Sesungguhnya persangkaan itu tidak sedikitpun berguna untuk mencapai kebenaran. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang mereka kerjakan.” (QS. Yunus [10] : 36).
Sebab sesuatu yang diperoleh dengan prasangkaan, sama sekali tidak bisa menggantikan sesuatu yang diperoleh dengan keyakinan.
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَعْمَالُهُمْ كَسَرَابٍ بِقِيعَةٍ يَحْسَبُهُ الظَّمْآنُ مَاء حَتَّى إِذَا جَاءهُ لَمْ يَجِدْهُ شَيْئاً وَوَجَدَ اللَّهَ عِندَهُ فَوَفَّاهُ حِسَابَهُ وَاللَّهُ سَرِيعُ الْحِسَابِ
“Dan orang-orang kafir amal-amal mereka adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu Dia tidak mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat cepat perhitungan-Nya.” (QS. An Nur [24] : 39).
Orang-orang kafir, karena amal-amal mereka tidak didasarkan atas iman, tidaklah mendapatkan balasan dari Tuhan di akhirat walaupun di dunia mereka mengira akan mendapatkan balasan atas amalan mereka itu.
Jelas sudah, apa yang dibutuhkan gerakan kebangkitan umat saat ini adalah mempertemukan umat dengan sumber energi spiritual mereka: Iman!
Itulah persolan kita, bahwa ada banyak kabut/hijab/dinding penghalang yang menyelimuti pemahaman kita mengajarkan hakikat iman. Kesalahan atau kedangkalan dalam pemahaman tentang iman, disertai kesalahan dalam menyusun dan mengajarkannya, adalah sebab utama yang membuat iman kita tidak bekerja sebagaimana mestinya. Ia tidak memberi inspirasi pada pikiran, tidak menerangi jiwa, tidak melahirkan tekad dan tidak juga menggerakkan raga kita untuk bekerja menyemai kebenaran, kebaikan dan keindahan dalam taman hidup kita. Karenanya tidak ada keajaiban di alam jiwa, dan tidak akan terangkai keajaiban itu dalam sejarah kita.
Masihkah keraguan itu menggelayut manja dalam pikiran-pikiran kita akan ketidakberdayaan diri mencapai sebuah kesempurnaan Iman ? Pertanyaan ini juga yang senantiasa menjadi “pecut” diri untuk senantiasa menjadikan perubahan dimulai dari kita, dari saat ini. Tak akan ada langkah besar tanpa sebuah awalan dan langkah-langkah kecil sebagai permulaannya. Dan yang terpenting dalam kehidupan ini adalah memberi ruang yang demikian luas dalam struktur kepribadian kita untuk berubah menuju yang lebih maju dan bermartabat (‘isy kariman) atau mengakhiri hidup ini dalam keadaan syahid (aw mut syahidan).
Semoga suguhan ini memberikan kita sebuah suplemen vitamin energi spiritual kita dalam merancang dan menyongsong sebuah kesuksesan dalam konteks yang lebih luas. Meraih di puncak kesuksesan. Dan dapat mempertahankan di atas puncak tersebut. Indah dalam mengawali langkah dan indah pula dalam mengakhirinya.
Bermula dari sebuah pola pikir, sudut pandang, selanjutnya tergerak dalam sebuah ritme/siklus langkah-langkah teratur dan terarah untuk sebuah revolusi diri, bermula dari “kata yang sarat makna”, Iman.Wallahu’alam Bishowab.*
Penulis adalah kolumnis hidayatullah.com, tinggal di Kudus, Jawa Tengah