Hidayatullah.com—Hari ketika sebagian orang menghabiskan waktu untuk menonton program televisi atau bersenda gurau dengan keluarga malah dihabiskan untuk menuntut ilmu. Begitulah kiranya gaya hdup dari 12 orang mahasiswa penerima awardee. Para mahasiswa ini menjauhkan diri dari godaan hari Minggu demi mengisi waktu untuk mendengarkan materi yang membahas tentang ghazwul fikr.
Hari Ahad, 7 Februari 2021 tepatnya pukul 19.00 WIB telah dilaksanakan kelas pemikiran Islam oleh Sekolah Pemikiran Islam (SPI) Jakarta untuk Awardee beasiswa Rumah Peradaban. Pemateri yang mengisi kelas malam itu, Akmal Sjafril, mangatakan ghazwul fikr atau perang pemikiran merupakan masalah yang hingga kini masih melanda umat Muslim terutama dari kalangan pemuda.
Menurutnya, umat Muslim perlu menyadari dan memahami betul fenomena berbahaya tersebut. Tak lupa, Akmal menghimbau agar umat Muslim senantiasa siap untuk melawan dan memenangkan perang tanpa pedang ini. “Perbaiki logika kita, tambah terus ilmu kita,” begitulah kata ustadz muda yang kini merupakan kandidat doktor di bidang sejarah.
Kalimat tersebut mengakhiri materi yang didengarkan dengan antusias oleh awardee beasiswa Rumah Peradaban angkatan ketiga. Semangat belajar sangat terasa meskipun kelas diadakan secara daring.
“Di awal-awal materinya agak bikin pusing. Mungkin karena daya serap gua yang kurang, tapi di pertengahan udah mulai ngerti esensi dari materi ini,” ujar mahasiswa jurusan Ilmu Komputer UI, Muhammad Rasyid, mengungkapkan kesannya terhadap kelas malam itu.
Meskipun materi yang disampaikan dinilai berat oleh sebagian besar awardee, mereka tetap mengikutinya dengan sangat antusias. Sebelum kelas berakhir, diadakan sesi tanya jawab dan interaksi yang berjalan cukup baik.
Kelas ditutup dengan pengingat tentang tugas yang harus diselesaikan agar materi yang disampaikan betul-betul dipahami peserta. “Udah ngga sabar dengerin kelas minggu depan, pasti menarik banget,” begitulah pengakuan awardee yang kerap disapa Maul. Kelas selanjutnya akan diadakan pada 14 Februari 2021 di jam yang sama.*/ Achmad Eka Satria