Hidayatullah.com — Selama dua tahun berturut-turut, Lalla Aicha Moujahid, seorang Muslim Prancis, menjalani bulan suci Ramadhan di tengah pembatasan Covid-19, lockdown – yang berarti dia tidak bisa berbuka puasa bersama dengan putri-putrinya, hanya berkomunikasi via panggilan video.
“Yang kami rindukan, yang sangat kami rindukan adalah masjid, salat, buka puasa dan sebagainya,” ujarnya, Jumat malam dilansir Reuters (01/05/2021).
“Ini tidak sama.”
Bagi Moujahid dan keluarganya, ritme harian Ramadhan sama dengan setiap tahun: puasa subuh hingga senja, jamuan makan “iftar” untuk berbuka puasa setelah gelap, memperbanyak shalat.
Tetapi aspek komunal yang menjadi bagian sentral Ramadhan bagi banyak Muslim sangat berbeda.
Di Prancis, rumah bagi populasi Muslim terbesar di Uni Eropa, lockdown dan jam malam nasional mulai jam 19.00 diberlakukan karena COVID-19 yang berarti sholat tarawih di masjid – ibadah sunnah Ramadhan – tidak mungkin dilakukan.
Sebaliknya, keluarga tersebut diharuskan tinggal di rumah mereka di pinggiran kota Paris, dan membuat ruang di ruang tamu agar mereka bisa melakukan sholat tarawih berjamaah.
Sementara itu, buka puasa hanya untuk keluarga dekat dan teman terdekat. Putri Moujahid biasanya akan bergabung, tetapi Ramadan ini mereka melakukan iftar di rumah mereka sendiri.
“Saat tidak ada COVID, kami buka puasa bersama seluruh keluarga,” kata suaminya, pemilik bisnis Aziz El Moujahid. “Tapi sekarang dengan COVID, kami harus menjaga jumlah kami tetap rendah.”
Ketika dia berdoa, katanya, dia meminta agar kembali normal. “Semoga Allah memberkahi kami, menerima puasa kami, dan doa kami, dan semoga penyakit COVID ini segera pergi,” katanya.