Hidayatullah.com | PUASA Ramadhan identik dengan “jihad an-nafs” (jihad jiwa), sebagai muqaddimah atau pengantar kepada “al-jihād fī sabīlillāh” atau “qitāl”: angkat senjata melawan kezaliman kaum kafir. Itu sebabnya beberapa peperangan yang dilakoni Nabi Muhammad dan para Sahabat terjadi di bulan Ramadhan yang mulia. Karena kebersihan jiwa atau kemenangan “di dalam” berkaitan erat dengan kemenangan perang secara fisik (“kemenangan di luar”).
Diantara perang itu adalah Perang Badar, yang dengannya Allah membedakan mana haq (kaum Muslimin) dan mana batil (kaum kafir-musyrik). Maka disebutlah dengan istilah yaum al-furqān (hari pembeda). Perang ini terjadi pada tanggal 17 Ramadhan di tahun ke-3 Hijrah.
Selain Perang Badar, ada pula peristiwa hebat yang dikenal dengan ‘Fath Makkah’ (Pembebasan Kota Mekah), pada tanggal 10 Ramadhan, tahun ke-8 Hijrah. Disamping ada Perang Tabuk yang terjadi pada tahun ke-9 Hijrah, juga di bulan Ramadhan.
Melihat beberapa peristiwa penting itu, maka Ramadhan sejatinya identik dengan bulan jihad dan perjuangan. Ia bukan bulan kemalasan dan kelemahan. Maka sangat keliru jika ada yang berpandangan bahwa puasa Ramadhan disebut sebagai bulan yang bertentangan dengan nilai-nilai jihad dan perjuangan umat Islam. Apalagi jika Ramadhan dituduh sebagai “biang-kerok” hilangnya produktifitas seorang Muslim. Padahal Rasulullah dan para Sahabat beliau telah memberikan contoh bahwa Ramadhan adalah bulan Jihad, bulan perjuangan dan bulan kemenangan.
Bahkan, ikrar kemerdekaan di negeri ini, Indonesia, dilakukan pada tanggal 17 Ramadhan, tepatnya pada tahun 1945. Dan ini adalah tanggal dan bulan pilihan ulama dan mujahid Islam di Indonesia.
Tentang al-Aqsha
Jika kita lihat apa yang dialami oleh al-Masjid al-Aqsha di bulan Ramadhan tahun ini (1442 H), maka perih rasanya batin ini. Menjerit jiwa ini. Tapi tulang seakan kaku dan lidah serasa kelu.
Kondisinya sangat memilukan. Di mana masjid kedua (setelah al-Masjid al-Haram di Mekkah) sekaligus kiblat pertama umat Islam dilecehkan oleh kaum Yahudi-Zionis. Umat Islam yang sedang melalukan shalat ditembaki. Sungguh biadab kelakuan kaum zionis itu.
Apa yang terjadi di malam ke-25 Ramadhan dan malam-malam berikutnya sejatinya tengah menghinakan kesucian ‘Bumi Mikraj’ Nabi Muhammad ﷺ. Namun yang lebih menyedihkan, para pemimpin dunia Islam sepertinya tak berdaya menggerakan kekuatan umat ini.
Paling hebat Dunia Islam hanya mengutuk dan mengecam. Bahkan ada yang diam seribu bahasa. Bungkam. Entah apa sebabnya. Tapi, intinya umat Islam memang dalam kondisi lemah dan dikuasai asing. Indikasi kuatnya adalah al-Aqsha yang belum kembali ke tangan umat Islam. Itu pertanda kita dalam kondisi kalah. Selain bungkamnya dunia internasional terhadap kebiadaban Zionis yang dipertontonkan secara telanjang. Tak seorang pun dari negara-negara yang selalu bicara HAM mampu mengatakan zionis sebagai teroris yang sesungguhnya. Apakah mereka setuju dengan kebiadaban zionis? Atau setuju agar Palestina dilenyapkan dan al-Aqsha dirobohkan? Wallāhu’l-musta‘ān.
Ikhtiar Untuk Menang
Agar menang sepertinya umat Islam harus segera introspeksi diri. Bahwa mereka telah banyak lalai akan kewajiban mereka dalam membela al-Aqsha. Padahal membela al-Quds dan al-Aqsha adalah kewajiban setiap Muslim.
Mereka juga harus segera kembali kepada Kalam Ilahi dalam Kitab Suci (Al-Quran) dan membumikan sabda Nabi terkait jihad dan perjuangan. Umat ini harus sungguh-sungguh menyadari bahwa para mujtahid (ulama) harus segera berfatwa, para mujahid (pejuang) harus siaga, dan para ‘aghniya’ (orang kaya) harus berjihad dengan harta (Qs. 9: 111). Tanpa sinergi ketiga komponen umat ini agaknya masih jauh umat dari kemenangan.
Para ulama hebat dan bermartabat harus segera tampil, para pejuang yang bermental Khalid ibn al-Walid, Sa‘ad ibn Ghunmin, Abu ‘Ubaidah ibn al-Jarrah, Usamah ibn Zaid, Sa‘ad ibn Abi Waqqash, Shalahuddin al-Ayyubi, Saifuddin Quthuz, Sultan Hasanuddin, Sultan Badaruddin II, Teuku Umar, Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, dan banyak lagi harus segera siaga. Dan, orang-orang kaya harus segera siapkan akomodosi untuk bela ulama dan mujahid. Dengan begitu, Insya Allah, kemenangan segera tiba. Insya Allah. Insya Allah.
Agaknya, di bulan Ramadhan kali ini (1442 H) Allah sedang “pancing” kebangkitan umat di seluruh dunia. Agar mereka sadar bahwa al-Aqsha dalam bahaya dan umat Islam bertanggungjawab untuk menyelematkannya. Jika tidak, maka akan semakin lama masjid mulia itu dihinakan. Itu artinya, umat Islam pun dalam kehinaan. Wallahu a‘lam bis-shawab.*Qosim Nursheha Dzulhadi
Pengajar, tinggal di Medan