Oleh : Herman Anas
Hidayatullah.com | Puasa dalam bahasa Arab adalah صوم yang bermakna امساك atau menahan. Apa yang ditahan? Segala sesuatu yang membatalkan puasa dan pahala puasa. Yang membatalkan puasa seperti makan, minum dan berhubungan suami istri di siang hari. Sedangkan yang membatalkan pahala puasa seperti berbohong, gosip dan pamer.
Akhlak apa yang dididik? Ada banyak sekali akhlak yang ditanam pada saat bulan Ramadhan ini.
Ibadah puasa tidak seperti ibadah yang lain yang tampak. Ibadah ini langsung berhubungan dengan Allah dan Allah sendiri yang akan membalas. Jika tidak jujur, mungkin saja minum secara diam-diam. Inilah pentingnya merasa diawasi oleh Allah.
Kedua adalah akhlak sabar.
Ibadah puasa yang dilakukan mulai terbit fajar subuh sampai terbenam matahari maghrib dengan tidak makan dan tidak minum serta menahan dari hal yang membatalkan puasa dan pahala puasa membutuhkan kesabaran. Tapi apa buah kesabaran dalam puasa? Simak kalam hikmah di bawah ini :
Puasa itu imsak (menahan)
Prosesnya butuh kesabaran,
Akhirannya medapatkan 2 kebahagiaan
Kebahagiaan saat berbuka dan bertemu Tuhan
Begitupula dalam proses mendidik ananda
Kesabaran berbuah kebahagiaan tiada tara
Kebahagiaan saat menjadi anak shaleh-shalehat
Dan mendoakan saat ayah bunda wafat.
Ketiga adalah akhlak ikhlas. Yaitu berbuat karena Allah. Puasa tidak seperti ibadah lain seperti shalat, zakat dan haji yang bisa ditampilkan di khalayak umum. Sehingga, ibadah ini sangat cocok untuk menanam keikhlasan.
Keempat adalah akhlak Ridha.
Akhlak diperlukan terutama puasa masa pandemi seperti ini. Inilah akhlak yang tinggi yang dipunyai para sahabat, sehingga mereka mendapat gelar رضي الله عنهم ورضوا عنه. Allah ridha pada para sahabat dan para sahabat ridha kepada Nya. Mereka terima semua takdir Allah. Di sisi Allah yang ada hanya kebaikan. Sebagaiman Firman Allah dalam surah Ali Imran 36 : بيدك الخير . Takdir baik dan buruk hanya dalam sudut pandang manusia. Sedangkan di sisi Allah yang ada hanyalah kebaikan.
Hati mereka diliputi kebahagiaan dan tingkat kebahagiaannya sama antara Si Miskin dan Si Kaya. Tidak seperti zaman ini, saat kebahagiaan diukur dengan harta seakan Si Kaya yang bahagia sedangkan Si Miskin merana. Padahal di zaman sahabat justru Si Kaya yang menangis memikirkan hisab hartanya seperti Abdurahman bin Auf. Si Miskin iri pada Si Kaya datang pada Rasulullah ﷺ. Mereka iri tapi dalam amal kebaikan, dirinya merasa tidak mampu menyaingi Si Kaya dalam masalah sedekah, haji dan umrah. Kemudian Rasullullah ﷺ berikan amalan dengan tasbih, tahmid dan takbir 33 kali setiap selesai shalat lima waktu.
Wal akhir, di saat puasa dan masa pandemi seperti ini, sangat cocok untuk mendidik akhlak-akhlak mulia. Seperti, kejujuran, kesabaran, ikhlas, ridha dst. Di masa ini akan nampak yang beribadah karena Allah atau hanya ikut tren karena banyak orang tarawih berjamaah, buka puasa bersama dst.
Harapannya di Ramadhan kali ini level puasa kita meningkat. Tidak hanya sekedar menahan makan dan tidak minum, namun juga menahan seluruh anggota tubuh bahkan hati dari maksiat kepada Allah atau mempunyai akhlak yang mulia. Sehingga tujuan taqwa dari puasa tercapai. Allahpun tidak menerima puasanya orang yang tidak berakhlak sebagaimana nabi yang dituturkan oleh Abu Hurairah :
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلَّهِ حَاجَةٌ فِى أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan.” (HR. Bukhari).*
Alumnus Ponpes Annuqayah, Sumenep