Hidayatullah.com — Selama sepekan terakhir, viral di media sosial video ucapan Selamat Hari Raya Naw Ruz kepada umat Baha’i yang disampaikan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. Berbagai reaksi pun muncul di kalangan masyarakat.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Agama (Wamenag) Zainut Tauhid Sa’adi menjelaskan, bahwa apa yang dilakukan oleh Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas adalah bagian dari kewajiban konstitusional yang harus dilakukan.
“Saya melihat, apa yang beliau sampaikan merupakan bagian dari kewajiban konstitusional yang melekat sebagai pejabat negara yang mengharuskan memberikan pelayanan kepada semua warga negara, tanpa pengecualian,” jelas Wamenag, Jakarta, Sabtu (31/07).
Wamenag berharap, polemik terkait dengan agama Baha’i dihentikan karena dinilai sudah tidak proporsional. Wamenag juga menjelaskan, bahwa Kementerian Agama terus mengembangkan dan menyosialisasikan penguatan moderasi beragama yang tujuannya tak lain untuk menghadirkan keharmonisan di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Moderasi beragama tidak akan dapat tercipta tanpa pinsip adil dan berimbang,” terang Wamenag.
Menurut Wamenag, penguatan moderasi beragama diperlukan sebagai strategi kebudayaan kita dalam merawat keindonesiaan.
“Sebagai bangsa yang sangat heterogen, sejak awal para pendiri bangsa sudah berhasil mewariskan satu bentuk kesepakatan dalam berbangsa dan bernegara, yakni Pancasila dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang telah nyata berhasil menyatukan semua kelompok agama, etnis, bahasa, dan budaya,” tandasnya.
Aliran Baha’I menjadi pembahasan seminggu belakangan. Sekte ini muncul di awal abad 19 di Persia. Para ulama Ahlus Sunnah telah mengeluarkan fatwa masalah ini. Di antaranya adalah Fatwa Syeikh Salim Al-Bisyri, Grand Syeikh Al-Azhar, Mesir yang menyatakan Bahai adalah kafir.
Fatwa Darul Ifta Mesir tahun 1939 dan Komisi Fatwa di Al-Azhar, Mesir tahun 1947 yang menyebutkan muslim yang mengikuti agama Baha’I adalah murtad.
Sementara Fatwa Syeikh Gad el-Haq, Grand Syeikh Al-Azhar, Mesir tahun 1981 mengayakan tidak sah alias batal pernikahan Muslimah dengan lelaki penganut agama Baha’i. Pernikahan itu batal menurut syariat dan hubungan suami-isteri itu haram seperti perzinahan.*