Oleh: Dr Anwar Abbas
Hidayatullah.com | AKHIRNYA berhasil merebut kekuasannya kembali setelah diambil alih oleh Amerika Serikat (AS) yang semula adalah sekutunya dalam mengusir penjajah Uni Soviyet. Tapi begitu Uni Soviet (sekarang bernama Russia) angkat kaki dari bumi Afghanistan, Amerika mulai menggerogoti kekuasan Taliban dan membentuk citra buruk tentang rezim tersebut dengan menuduh mereka tidak mengindahkan HAM dan sarang teroris.
Stigma ini yang sangat-sangat merugikan nama baik Taliban, apalagi dengan peristiwa 11 September 2001 yang mengerikan itu , dimana sebuah pesawat ditabrakkan ke sebuah gedung pencakar langit di New York, mengakibatkan gedung itu hancur berkeping-keping, dengan menuduh Osama bin Laden dan Taliban sebagai otak dan dalangnya. Padahal Osama bin Laden adalah seorang pengusaha kaya yang telah diajak oleh Amerika Serikat untuk membiayai pengusiran Uni Soviet.
Tetapi begitu tujuan Amerika tercapai dan Uni Soviet hengkang dari Afghanistan, Osama bin Laden juga dimusuhi dan dikejar-kejar oleh Amerika sehingga praktis dengan demikian rezim yang berkuasa di Kabul yang dipegang Hamid Karzai, rezim boneka dari Amerika. Meski demikian, Taliban tidak menyerah dan terus melakukan perang gerilya yang sangat merepotkan tentara Amerika, bahkan tidak hanya secara militer, tapi juga secara finansial dimana selama dua dekade tersebut Negara Paman Sam telah menghabiskan anggarannya lebih dari 2,2 Triliun USD ($ 2.200.000.000.000), Jumlah ini setara sekitar 18 kali pendapatan RI pada APBN 2021 sebesar Rp 1.743,6 triliun/124,5 miliar dolar AS (kurs Rp 14 ribu/dolar AS).
Akhirnya setelah 20 tahun berlalu, Presiden AS Donald Trump kemudian dilanjutkan Joe Biden. Di bawah Joe Biden, ia bernegosiasi dengan Taliban dan memutuskan untuk menarik pasukannya secara total dari negeri itu selambat-lambatnya tanggal 31 agustus 2021.
Tapi sekitar dua minggu sebelum tenggat waktu tersebut, Taliban sudah bisa merebut ibu kota Kabul dan merebut kekuasan, hingga presidennya terpaksa melarikan diri ke luar negeri.
Satu hal yang sangat penting untuk kita kemukakan di sini adalah begitu mereka berhasil menumbangkan rezim boneka tersebut, penguasa Taliban dengan cerdik memberikan penjelasan kepada dunia bahwa mereka akan menghormati HAM dan memberikan kebebasan kepada perempuan untuk bergerak dan beraktifitas asal mereka memakai hijab.
Hal ini tentu saja telah berhasil membuat simpati dunia sehingga kesan buruk tentang Taliban selama ini mulai terkikis secara signifikan dan China sebagai negara yang bertetangga dengannya, dengan cerdik sekali memanfaatkan situasi yang ada, dimana pemerintah China, lawan utama Amerika, langsung menyatakan dirinya siap untuk bekerjasama dengan rezim Taliban.
Hal ini tentu saja akan di sambut baik oleh pemerintah Taliban karena mereka yakin memang tidak akan ada negara-negara maju di dunia sekarang ini yang akan bisa membantu mereka bagi memulihkan ekonomi negara mereka yang sudah hancur lebur tersebut, kecuali hanya China yang memang memiliki kekuatan ekonomi besar di dunia saat ini.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Tetapi kalau Taliban tidak berhati-hati dalam menjalin kerjasama, maka lewat kekuatan kapitalnya pemerintah, China tentu akan bisa menjepit rezim Taliban lewat jebakan hutangnya (debt trap). Sehinggal hal ini tidak mustahil nasib buruk akan terulang kembali sehingga ada peribahasa, “Lepas Dari Mulut Harimau, Masuk ke Dalam Mulut Buaya,” tidak mustahil akan bisa menimpa mereka.
Dan itu tentu saja tidak kita inginkan karena kita berharap Afghanistan akan bisa menjadi sebuah negara maju dan dihormati serta benar-benar berdaulat. Baik berdaulat secara ekonomi maupun politik.*
Ketua PP Muhammadiyah, pengamat sosial ekonomi dan keagamaan