Hidayatullah.com—China kembali mempengaruhi dunia Islam dengan mengundang Cendekiawan Islam dari 14 negara mengunjungi wilayah Xinjiang, untuk menunjukkan ‘kampanye melawan terorisme dan ekstremisme’.
Pada hari Ahad (8/1/2023), China mengajak delegasi yang terdiri dari lebih dari 30 tokoh Islam dan cendekiawan dari 14 negara, termasuk UEA, Arab Saudi, Mesir, Suriah, Bahrain, Tunisia, Bosnia, Herzegovina dan Indonesia untuk berkeliling Xinjiang.
Dikutip media China Global Times, tamu-tamu undangan diajak mengunjungi berinteraksi dengan penduduk setempat yang telah mereka siapkan.
Mereka juga diajak berkunjung ke Daerah Otonomi Uighur Xinjiang China yang mengalami penindasan. Dipimpin Ketua Dewan Komunitas Muslim Dunia (WMCC) Ali Rashid Abdullah Ali Alnuaimidan mereka disambut oleh Ketua Partai Komunis China (CPC) Xinjiang Ma Xingrui.
China mengklaim, delegasi asing pertama ke wilayah Xinjiang pada tahun 2023 pada hari Senin, sebagai ‘dukungan mereka terhadap sikap China dalam masalah terkait Xinjiang’.
“Orang-orang saleh di dunia Islam tidak pernah tunduk pada tekanan dari beberapa negara Barat, juga tidak tertipu oleh kebohongan tentang wilayah Xinjiang, kata Ma Xingrui dikutip Global Times.
Selama pertemuan hari Senin, Ali Alnuaimidan memuji langkah-China dengan apa yang mereka klaim “kawasan dalam melawan terorisme dan ekstremisme”.
“Siapa pun yang berkunjung ke daerah ini seharusnya datang dan menyaksikan ini karena bagian dari sejarah. Tidak hanya China, seluruh dunia pun menderita akibat terorisme dan ekstremisme,” ujarnya.
Selain bertemu dengan ketua Partai Xinjiang, delegasi juga mengunjungi pameran “perang melawan terorisme dan ekstremisme” untuk mempelajari lebih lanjut tentang bagaimana wilayah tersebut sebelumnya diklaim China telah mengalami penderitaaan akibat ‘terorisme’.
Fahad Ahmed, seorang reporter dari UEA, mengatakan kepada Global Times bahwa gambar dan video serangan teror itu seperti “film horor” dan sulit membayangkan orang bisa melakukan hal brutal seperti itu kepada orang lain. Tindakan kekerasan seperti itu tidak ada hubungannya dengan agama, katanya.
Mantan Menteri Pendidikan Arab Saudi Abdullah Saleh Al Obaid mengatakan mereka merasa sedih melihat serangan teroris di wilayah Xinjiang.
Osama Elsayed Mahmoud Mohamed Saad, penasehat presiden Mesir untuk urusan agama, mengatakan bahwa pameran tersebut mengungkap kejahatan “teroris” dan juga menunjukkan upaya dibuat oleh pemerintah China dan rakyat China untuk melawan terorisme.
“Kita tidak boleh memainkan permainan politik saat melawan terorisme dan ekstremisme… Inilah mengapa kami pikir itu adalah tanggung jawab orang bijak di mana pun untuk memahami bahwa ancaman terorisme dan ekstremisme bukanlah ancaman bagi satu negara atau satu wilayah. ancaman bagi dunia. Kita semua harus bersatu dan memerangi terorisme dan ekstremisme,” kata Ali.
Kampanye China
China secara rutin mengundang delegasi Muslim dan wartawan asing mengunjungi tempat-tempat yang telah dipersiapkan untuk menunjukkan seolah-olah tidak ada kekerasan dan penganiayaan terhadap Muslim Uighur di Xinjiang.
Bulan Agustus 2022 lalu, sebuah delegasi terdiri dari 32 utusan dan diplomat senior dari 30 negara Islam juga diundang mengunjungi Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Hua Chunying.
Ma Xingrui, Sekretaris Komite Partai Daerah Otonomi Uighur Xinjiang, bertemu dengan delegasi tersebut, katanya dalam pengarahan rutin yang diadakan di Beijing di International Press Center (IPC).
Delegasi mengunjungi Kashgar, Aksu dan Urumqi, mengunjungi masjid, sekolah Islam, museum, renovasi kota tua, komunitas akar rumput, perusahaan teknologi, proyek pembangunan hijau dan revitalisasi pedesaan, dan bekerja dengan tokoh agama setempat dan lulusan dari pusat pendidikan dan pelatihan. .
Mereka berkomunikasi satu sama lain dan belajar tentang situasi perkembangan ekonomi dan kemakmuran Xinjiang, seolah ada kebebasan beragama, persatuan dan harmoni etnis, dan orang-orang yang hidup dan bekerja dalam damai dan kepuasan.
“Kami dengan tulus menyambut teman-teman dari seluruh dunia untuk memiliki kesempatan mengunjungi Xinjiang di masa depan untuk merasakan keindahan, harmoni, dan perkembangan Xinjiang,” tambahnya.
Kunjungan mengecewakan
Profesor Khaled A. Beydoun, seorang guru besar ilmu hukum di Wayne State University, Detroit, AS secara khusus mengkritik kunjungan delegasi Muslim oleh pihak China.
Menurut Khaled, dunia Muslim telah mengecewakan Muslim Uyghur. Mereka dinilai telah mengabaikan genosida yang terjadi dengan hanya percaya kampanye China.
Itulah mengapa ia secara khusus menulis buku “The New Crusades Islamophobia and the Global War on Muslims”. “Ini adalah alasan besar mengapa saya menulis buku ini dan menjadikan seorang saudari Muslim Uighur sebagai cover,” ujarnya melalui akun Instagram-nya.
“Saya tidak akan tinggal diam sementara para pemimpin dan para imam tunduk pada China dan mendukung genosida sistematis terhadap umat Islam,” ujarnya lagi.
“Sangat keji bahwa para Imam ini akan menggunakan Islam untuk membenarkan genosida Muslim Uighur, sesama Muslim,” kritiknya.
China telah mengintensifkan tindakan keras terhadap etnis minoritas Muslim Uighur ke tingkat yang mungkin memenuhi syarat disebut sebagai genosida.
Laporan Simon-Skjodt Center for the Prevention of Genocide dari Museum Holocaust yang berbasis di Washington mengungkapkan laporan bahwa China tidak hanya melakukan penghapusan agama dan budaya Uighur di wilayah Xinjiang, barat laut China.
Beijing malah menerapkan kebijakan yang dimaksudkan untuk membatasi populasi dengan sterilisasi paksa untuk penempatan alat kontrasepsi (IUD) dan pemisahan masyarakat secara jenis kelamin melalui penahanan massal, menurut museum.
Dilansir dari Radio Free Asia, Selasa, 5 April 2022, melaporkan, selama bertahun-tahun, para pejabat di Daerah Otonomi Uyghur Xinjiang (XUAR) telah melarang Uighur dan muslim Turki lainnya menjalankan ibadah di bulan Ramadan termasuk puasa. Larangan itu berlaku untuk pegawai negeri sipil, siswa dan guru.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan sedikitnya 1 juta orang dari minoritas Muslim telah ditahan di kamp-kamp interniran, yang disebut China sebagai tempat “pelatihan kejuruan” dan “memberantas ekstremisme”.
Tetapi yang oleh para kritikus disebut tempat untuk indoktrinasi, pelecehan dan penyiksaan, menurut data PBB.*
Yuk bantu dakwah media melalui BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH)