Tabiat ulama sesungguhnya adalah oposan terhadap kemungkaran, apalagi kemungkaran yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan
Hidayatullah.com | DALAM hidup ini, mereka yang memiliki prinsip dan berpegang teguh pada prinsipnya, itulah yang seringkali disegani oleh lawan. Sementara mereka yang selalu mengikuti kemana arah angin bertiup, terkadang malah diperalat dan dijadikan tunggangan.
Musuh melihat celah kerapuhan prinsip hidupnya, lalu dgn secuil imbalan, prinsipnya bisa dinegosiasikan. Mereka mudah berpindah haluan, bukan karena rujuk pada kebenaran, tapi karena godaan syahwat keduniaan.
Ulama tidak boleh berdiplomasi di saat kemungkaran sudah terang benderang di pelupuk mata. Ulama tidak boleh bermujamalah (basa-basi) pada kezaliman, nyatakan salah jika itu salah.
Kebenaran tidak bisa dioplos dengan kebatilan. Jika itu terjadi, maka biasanya yang melalukan ini adalah ‘ulama oplosan’, bukan “ulama oposan”.
Ulama oposan tidak tunduk pada godaan keduniaan. Ia tidak berfatwa untuk mengikuti selera orang banyak.
Ia tidak menghamba pada kekuasaan. Jejak kakinya tak ditemukan di lantai mewah istana, tetapi di medan-medan jihad fii sabilillah.
Ulama adalah sosok yang mengakar ke bawah, ke tengah-tengah umat, bukan merambat ke atas, mendekat-dekat pada kekuasaan.
Lisannya adalah perisai bagi dakwah, bukan tameng bagi kekuasaan. Ilmunya menjadi lentera di tengah ke gelapan, bukan menjadi nyala api yang berkobar-kobar membakar.
Ulama oposan tidak takut celaan dan tidak risau kehilangan pamor dalam menyuarakan kebenaran. Sebab tabiat ulama sesungguhnya adalah oposan terhadap kemungkaran, apalagi kemungkaran yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan.
“Jangan kita mengharapkan pujian dalam menjalankan kewajiban dan jangan kita takut celaan,” demikian Ustadz A. Hassan memberikan wejangan.
Buku “Ulama-ulama Oposan” ini berkisah tentang empat orang ulama yang dikenal sebagai pejuang dan memiliki prinsip yang kokoh dalam perjuangan.
Penulis buku ini mengatakan, keempat ulama itu adalah orang-orang yang memiliki keteguhan prinsip, dan dalam rentang waktu sepanjang hayatnya, prinsip itu dengan kokoh dipegangnya. Konsistensinya dalam memegang prinsip hidupnya tersebut sudah teruji di lapangan.
Tentu banyak juga ulama yang seperti mereka. Namun penulis buku ini, tanpa bermaksud menihilkan para ulama lainnya, hanya memotret dan mengisahkan tentang empat orang saja.
Mereka adalah; Syaikh Haji Rasul atau Abdul Karim Amrullah, ulama asal Minangkabau, ayah dari Buya Hamka; Ustadz A. Hassan, guru utama Persatuan Islam (Persis) yang dikenal sebagai penulis yang hujjah-hujjahnya tajam; KH. Zainal Mustofa, Singa dari Tasikmalaya yang bersama para santrinya menggerakan perlawanan melawan penjajah Jepang, dan KH Isa Anshari, Ketua Front Anti Komunis asal Minangkabau yang lama bermukim di Bandung, yang setiap keliling berdakwah selalu membawa kain kafan di tasnya. Rahimahumullahu rahmatan waasi’atan…amiin.*/Arta Abu Azzam, wartawan dan penulis buku sejarah
Buku : Ulama-ulama Oposan
Penulis : Subhan SD
Tahun : 2000
Pengantar : KH Mustofa Bisri
Penerbit : Pustaka Hidayah, 198 halaman