Hidayatullah.com—Pemerintah Kabupaten Cianjur resmi akan mengirim sejumlah siswa yang dianggap bermasalah, termasuk yang terindikasi sebagai kelainan Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender (LGBT), ke barak militer milik TNI.
Kebijakan kontroversial ini akan mulai diterapkan pekan depan, menyusul penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Pemkab Cianjur dengan Kodim 0608 dan Yonif Raider 300/Brajawijaya.
“Kita ingin membentuk generasi yang disiplin, sehat secara mental, dan bebas dari perilaku menyimpang,” kata Bupati Cianjur, dr. Muhammad Wahyu Ferdian.
Wahyu menyatakan bahwa program ini bertujuan untuk membentuk karakter dan menekan angka kenakalan remaja yang belakangan meningkat di wilayahnya. Ia menegaskan langkah ini merupakan bentuk pembinaan, bukan hukuman.
“Sesuai arahan Pak Gubernur, kami ingin membina siswa yang terlibat kenakalan remaja. Sudah MoU dengan TNI, pekan ini mulai koordinasi dan pendataan siswa,” ujarnya, Jumat (2/5/2025), usai peringatan Hari Pendidikan Nasional di Pendopo Cianjur.
Kategori siswa yang akan dibina meliputi mereka yang terlibat tawuran, menenggak alkohol, merokok, melawan orang tua, hingga kecanduan gim online.
Namun, yang menarik perhatian publik, siswa yang terindikasi sebagai LGBT—ditandai dengan sikap ‘melambai’—juga akan termasuk dalam program ini.
“Kalau memang ada yang terindikasi LGBT, juga akan dibina. Pembinaannya mencakup pendidikan bela negara dan pendampingan psikologis. Kita juga libatkan unsur kesehatan,” tuturnya.
Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Kabupaten Cianjur, Ruhli Solehudin, mengatakan pihaknya sedang menyusun teknis pelaksanaan program. Menurutnya, siswa yang bermasalah akan dijemput dari sekolah, didata, dan dikirim ke barak untuk menjalani pembinaan selama satu hingga dua bulan.
“Kita sedang susun programnya. Yang jelas nanti siswa akan mendapat materi karakter, kedisiplinan, dan pembinaan keagamaan. Harapannya anak-anak di Cianjur bisa berubah dan memiliki perilaku yang lebih baik,” katanya. Ia menambahkan, prosedur pengiriman juga melibatkan koordinasi dengan sekolah dan orang tua.
Sementara itu, Dandim 0608 Cianjur Letkol Kav Yerry Bagus Merdiyanto menyatakan barak yang digunakan berada di kompleks Yonif Raider 300. Ia memastikan metode pembinaan lebih mengedepankan pembentukan karakter dan kedisiplinan, bukan pelatihan militer.
“Di sini bukan latihan militer. Akan ada olahraga, pendidikan formal, pembinaan agama, semuanya kami siapkan. Guru dan pembinanya dari Pemkab, dibantu oleh anggota TNI,” ujarnya.
Pemerintah daerah menyebut program ini sebagai upaya terakhir dalam menangani kenakalan remaja yang kian marak, seperti kekerasan pelajar, geng motor, dan perilaku menyimpang lainnya.
Namun, kebijakan ini menuai perhatian dan berpotensi memicu kontroversi, terutama terkait pengiriman siswa yang terindikasi LGBT ke barak militer. Beberapa aktivis dan pengamat pendidikan menyuarakan kekhawatiran bahwa pendekatan ini bisa menyasar kelompok rentan dan berpotensi melanggar hak asasi manusia.
Menanggapi hal itu, Pemkab menegaskan bahwa pendekatan yang digunakan tetap dalam koridor pendidikan dan kesehatan mental. “Yang kita lakukan ini adalah pembinaan, bukan hukuman. Semua tetap dalam koridor pendidikan dan kesehatan mental,” pungkas Wahyu.* ant