Hidayatullah.com— Mantan Perdana Menteri Malaysia, Tun Dr. Mahathir Mohamad, melontarkan kritik tajam terhadap negara-negara Islam, terutama di Kawasan Arab, yang dinilainya gagal menggunakan kekayaan minyak untuk membela umat Islam dan justru tunduk pada tekanan Amerika Serikat (AS).
“Negara-negara Islam ini sangat kaya, luar biasa. Mereka menghasilkan lebih banyak minyak dari negara lain. Dengan kekayaan itu, seharusnya mereka punya kekuatan,” kata Mahathir dalam wawancara bersama podcast Garis Krisis (GK) yang dipandu aktivis kemanusiaan Lila Ruzaini, dan ditayangkan di YouTube The Merdeka Times.
Namun, lanjut Mahathir, kekayaan itu tidak pernah digunakan secara kolektif untuk membela Palestina atau menghentikan penjajahan ‘Israel’. Sebaliknya, banyak negara Muslim justru terpecah, netral, atau bahkan diam-diam mendukung ‘Israel’.
“Yang lebih menyedihkan, akhir-akhir ini ada negara-negara Muslim yang berusaha menyelamatkan Israel… ada yang terlihat mendukung Israel dan menyerang Iran,” tegas Mahathir.
Ia menyayangkan sikap negara-negara tersebut yang tidak menunjukkan tindakan nyata dalam menghadapi kekejaman terhadap umat Islam.
Menurut Mahathir, jika negara-negara Muslim bersatu, mereka bisa menghentikan penjajahan ‘Israel’ — namun kenyataannya mereka lebih sibuk menjaga relasi dengan kekuatan asing.
“Mereka sangat bergantung kepada Amerika Serikat. Bahkan ada yang menganggap AS sebagai pelindung mereka. Ada pula yang memberikan pinjaman miliaran dolar kepada Washington,” ungkap Mahathir.
Ia juga menyoroti dominasi politik AS di dunia internasional, terutama melalui veto di Dewan Keamanan PBB yang secara konsisten digunakan untuk membela ‘Israel’.
“Dunia tidak bisa bertindak karena di belakang ‘Israel’ ada Amerika Serikat. Dan AS mengancam siapa saja yang menentang Israel,” katanya.
Mahathir menyimpulkan bahwa selama negara-negara Islam tetap terpecah dan bergantung pada negara-negara adikuasa Barat, maka kekejaman terhadap umat Islam — seperti yang terjadi di Palestina dan Iran — akan terus berlangsung tanpa perlindungan yang layak.
“Mereka tidak independen. Mereka takut kehilangan dukungan Barat, sehingga rela membiarkan umat Islam diserang,” tutupnya.
Pernyataan Mahathir ini menjadi tamparan keras bagi para pemimpin negara-negara Islam, sekaligus pengingat bahwa persatuan politik dan keberanian strategis umat Islam masih menjadi PR besar di abad ke-21.*