Hidayatullah.com–Penasehat PP Muhammadiyah, Prof. Dr. Ahmad Syafi’i Ma’arif mengatakan, jika pendiri persyarikatan Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan hidup, beliau pasti setuju dengan substansi istilah sekularisme, pluralisme, dan liberalisme (Sepilis).
“KH. Ahmad Dahlan tidak setuju dengan istilah “Sepilis,” tapi secara substansi dia setuju,” ujarnya ketika ditanya hidayatullah.com usai jadi pembicara di bedah buku “Meneropong 1 Abad Muhammadiyah,” di Media Center UMY (5/7) siang.
Namun demikian, menurut Syafi’i, istilah “Sepilis” terlalu menakutkan dan sengaja dibuat-buat. Tapi, Syafi’i yakin bahwa KH. Ahmad Dahlan itu pasti setuju substansi “Sepilis” tersebut.
Sebelumnya, dalam bedah bukunya, Syafi’i sangat menyayangkan fatwa haram MUI terhadap “Sepilis”.
Menurutnya, fatwa tersebut hanya akan dipahami oleh kelompok untuk menentang kelompok “Sepilis”.
“Dan kelompok yang menentang itu ada di arena Muktamar ini,” katanya. Syafi’i mencontohkan, adanya kampanye “Jangan pilih orang liberal”.
Lebih jelas, Syafi’i mengatakan, liberal adalah bentuk kemerdekaan berfikir. Dan, hanya dengan liberalisme itulah umat Islam bisa maju. Sebaliknya, jika kebebasan berfikir itu dikebiri, maka umat Islam akan mandek.
Namun pendapat ahli sejarah ini dibantah keras Wakil Ketua Majelis Tabligh dan Dakwah Khusus PP Muhammadiyah, Dr. Syamsul Hidayat. M.A. Apa yang disampaikan Syafi’i itu tidaklah benar. Sebab, dalam (AD/ART) sendiri pemikiran KH. Ahmad Dahlan jelas dikatakan bahwa dalam mempelajari dan mengamalkan Islam harus sesuai Al-Quran dan ittiba’ rasul. Artinya kembali dalam pemurnian Al-Quran.
“Kalau ittiba’ rasul, jelas tidak liberal,” ujarnya ketika dihubungi hidayatullah.com secara terpisah. Karena itu, menurutnya, Syafi’i telah memanipulasi fakta.
“Betul Islam menghargai akal, tapi asal digunakan untuk berfikir dalam bingkai kaedahnya. Asal tidak liberal,” pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, istilah “Sepilis”, maksudnya singkatan dari paham “sekularisme, pluralism, dan liberalism” muncul saat Munas MUI tahun 2005.
Istilah itu kemudian menjadi trend untuk menyebut kelompok pengagum paham liberalisme yang akhirnya ditolak MUI dan Muktamar NU di Boyolali. [ans/hidayatullah.com]