Hidayatullah.com–Setelah pekan sebelumnya putra Muammar Qadhafi berbicara mewakili ayahnya, hari Kamis (30/06/2011) giliran putri pemimpin Libya itu yang angkat suara.
Aisha Qadhafi kepada televisi Prancis mengatakan bahwa Libya terlibat dalam dialog langsung maupun tidak langsung dengan para pemberontak Libya penentang kekuasaan Muammar Qadhafi, meskipun markas pemberontak di Benghazi tidak mengakui kontak dengan Tripoli.
Kepada televisi France 2, Aisha menyatakan bahwa ayahnya adalah pemimpin bagi rakyat Libya dan oleh karena itu tidak ada alasan untuk mengusirnya dari negeri itu.
“Ada negosiasi langsung dan tidak langsung, dan kami harus menghentikan pertumpahan darah Libya,” katanya melalui seorang penerjemah di sebuah hotel di Tripoli.
“Untuk itu, kami bersedia bekerjasama dengan pihak penjahat yaitu para pemberontak bersenjata,” tegas wanita 35 tahun yang berprofesi sebagai pengacara itu.
Tidak jelas kapan wawancara Aisha Qadhafi dengan televisi France 2 direkam.
Para pemberontak pekan lalu mengatakan bahwa mereka telah melakukan kontak dengan pemerintahan Qadhafi. Namun, perintah tangkap yang dikeluarkan Mahkamah Kejahatan Internasional pada hari Senin (27/06/2011) atas Muammar Qadhafi, putranya Saif Al Islam, serta seorang pembantu seniornya, telah membuat pintu negosiasi tertutup, kata jurubicara pemberontak Mahmud Shamman Rabu kemarin.
Aisha juga mempertanyakan tuntutan para pemberontak dan negara-negara asing yang menginginkan agar Qadhafi meninggalkan negerinya.
“Kata ini, pergi, pergi, pergi, … menurut saya aneh. Kalian ingin ia pergi ke mana? Ini adalah negaranya, tanah airnya, rakyatnya,” tegas Aisha.
Dalam kesempatan itu Aisha Qadhafi menitipkan pesan untuk para isteri pilot Prancis yang bertugas membombardir negerinya.
“Saya mengirim sebuah pesan untuk para ibu dan isteri dari pilot-pilot (Prancis) yang membombardir kami,” katanya.
“Suami-suami kalian tidak melindungi rakyat sipil, melainkan membunuhi anaka-anak dan rakyat kami untuk menyenangkan hati Sarkozy, yang berpikir bahwa semakin ia banyak membunuh rakyat Libya semakin ia akan mendulang banyak suara dalam pemilu,” tegas Aisha.
Dalam salah satu serangan udara NATO yang menghantam kompleks kediaman Qadhafi, seorang cucu dan seorang putra Muammar Qadhafi ikut menjadi korban. Cucu Qadhafi yang meninggal dalam serangan bom itu adalah anak dari Aisha Qadhafi.
Sudah 90 hari lebih pasukan NATO membombardir sejumlah wilayah Libya, terutama tempat yang dicurigai menjadi persembunyian dan markas militer Qadhafi, lewat udara. Serangan pertama dilancarkan oleh pasukan Prancis. Hari Rabu, Prancis mengakui bahwa negaranya telah mengirimkan senjata berikut amunisinya dalam jumlah besar kepada para pemberontak Libya. Selain itu mereka juga mengirimkan bahan makanan.*