Hidayatullah.com–Ketua MUI Pusat menyayangkan ada partai Islam yang dijadikan kendaraan kaum Non Muslim, baik di Kalbar, Kalteng atau Jakarta. Karena itu ia menyarankan ada sinergi antar partai-partai Islam. Ada penataan gerakan politik Islam di Indonesia dan menyamakan visi dan misinya. Demikian dinyatakan KH Makruf Amin dalam “Pengajian Politik Islam” di Masjid Al Azhar Jakarta, Ahad (30/06/2013).
Selain itu, tokoh NU kurang tidak setuju pemilihan istilah kiai politik.
“Saya setuju politik kiai. Politik yang ikut ajaran kiai,” terangnya. Ia pun meyakini bahwa Islam itu adalah “Nidham hayat diinan wad daulah” (tatanan hidup agama dan negara). Menurutnya, sekarang ini imam (di Indonesia) belum memenuhi syarat.
“Ia imam darurat karena memperoleh mandate lewat pemilu,”papar Ketua Fatwa MUI ini.
Menurutnya kondisi perpolitikan Islam di Indonesia sangat mengkhawatirkan.
“Tahun 1947 KH Hasyim Asy’ari menyatakan bahwa telah lemah jiwa keagamaan di dunia perpolitikan di Indonesia. Ia hampir mati pada akhir-akhir ini.”
Ia menyatakan bahwa saat ini bukan jiwa keagamaan yang ada dalam partai, tapi asesoris atau alat untuk menjaring umat Islam.
“Jiwa politik Islam sudah lemah dan makin diperlemah. Maka umat harus melakukan penataan, umat Islam harus kembali ke partai Islam. Parai Islam harus kembali ke prinsip-prinsip Islam. Kembali kepada perilaku Islam. Jangan sampai partai Islam perilakunya tidak Islami. Kalau ingin membangun politik Islam, umat Islam harus kembali ke partai Islam. Kendaraan ini harus didandani (dirawat,red),” paparnya dihadapan ratusan peserta pengajian.
Seperti diketahui, awal Juni lalu, beberapa tokoh Islam meluncurkan pengajian politik Islam di Masjid Al Azhar Kebayoran Baru. Pada pengajian perdana ini akan memberikan sambutan; Menteri Agama Suryadarma Ali, Menko Ekuin Hatta Radjasa, Prof Dr Din Syamsudin, Dr MS Kaban dan Dr Hidayat Nur Wahid.
Dalam pembukaan, Dr Daud Rasyid membacakan Kitab ‘Ahkamush Shulthaniyah’ karya Imam al Mawardi.*