Hidayatullah.com–Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Jimmy Carter mengatakan, kelompok Al Ikhwan al Muslimun berniat untuk memodifikasi perjanjian damai Israel dan Mesir yang sudah berumur 33 tahun. Meski demikian, Ikhwan tidak berniat untuk menghancurkannya.
Pria berusia 87 tahun itu datang ke Kota Kairo untuk menjadi pengawas dari Pemilu Mesir. Carter sendiri adalah sosok yang menjadi mediator damai antara Negeri Yahudi dan Negeri Piramida, yang pada saat itu masih dipimpin oleh Anwar Sadat.
“Menurut opini saya, perjanjian itu tidak akan dimodifikasi dengan cara sepihak,” ujar Carter kepada Reuters, Senin (28/5/2012) dikutip okezone..
Beberapa bulan sebelum pilpres digelar, para politisi dari kelompok Ikhwan menegaskan, mereka tidak akan menghapuskan perjanjian damai yang sudah dibangun itu. Namun mereka hendak menggelar referendum untuk menentukan masa depan perjanjian tersebut.
Kandidat Al Ikhwan al Muslimun, Muhammad Mursy mengkritisi Israel namun dirinya akan menghormati perjanjian itu. Salah seorang ajudan Mursy mengatakan, bila nantinya Mursy yang menjadi Presiden Mesir, Mursy tidak akan mau bertemu dengan pejabat Israel. Mursy akan mengutus seseorang untuk mengurus hal tersebut.
Carter pun menilai, perjanjian itu tidak pernah dirusak oleh Mesir atau Israel. Bila ada masalah yang muncul, Mesir dan Israel selalu sepakat untuk memecahkannya secara damai.
Meski harapan akan terjaminnya kelangsungan perjanjian itu cukup besar, seorang tokoh sosialis bernama Hamdeen Sabahy muncul dan menduduki peringkat ketiga dalam pilpres Mesir 2012. Sabahy merupakan sosok yang sangat mendukung gerakan perlawanan Palestina melawan Israel.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Zionis Tak Bisa Tidur
Sebelumnya, majalah Foreign Policy yang terbit di AS menyebutkan bahwa pihak penjajah Zionis merasa ketakutan dengan pemilu presiden.
Majalah itu menyebutkan bahwa pilpres Mesir menjadikan para pejabat Zionis tidak tidur. Mereka bertanya-tanya jika negara sahabat mereka yang paling kuat di Arab sebentar lagi akan menjadi musuh, demikian lansir Al Watan (25/5/2012).*