Hidayatullah.com–- Kebijakan Menteri Kesehatan (Menkes) Dr. Nafsiah Mboi terkait kampanye penggunaan kondom pada kelompok seks berisiko terus mendapatkan protes dari masyarakat. Keinginan Menkes untuk menggalakkan penggunaan kondom untuk kelompok seks berisiko, termasuk kepada remaja dinilai justru mengajak para remaja dan Anak Baru Gede (ABG) melakukan seks bebas.
Ace Wiria salah satu aktivis Ummatul Muslimin (UMI) menjelaskan bahwa gagasan Menkes tersebut justru membuka celah bagi legalisasi pelacuran. Baginya menunda kehamilan memang diperbolehkan untuk kasus-kasus tertentu, namun itu tidak digunakan untuk pasangan yang sudah resmi menikah, bukan mengajarkan penggunaan tersebut kepada remaja yang masih di luar nikah. Bagi Ace, salah satu solusi permasalahan HIV/AIDS adalah pendekatan agama pada para remaja dan generasi muda, agar tidak terbiasa dengan kehidupan bebas.
“Pertama ya kita dari keluarga, orangtua harus tidak lepas pengawasan anak-anak. Nomor satu pendidikan akidah yang kuat di rumah, kemudian kita pilihkan lembaga-lembaga pendidikan yang menunjang,” jelas Umahat kepada hidayatullah.com.
Karenanya, Ace mengharap Menkes lebih mengutamakan nilai-nilai agama dalam menyelesaikan masalah remaja dan generasi muda di Indonesia, bukan dengan bagi-bagi kondom gratis.
Sementara itu, Hardjito Warno, Ketua Jurnalis Islam Bersatu (JITU) juga berharap masyarakat lebih peka dalam melihat permasalahan kondom ini. Baginya permasalahan utama bukan pada subjektifitas dari Menkes-nya. Tapi peraturan untuk mengatur penggunaan kondom di Indonesia dinilai tidak jelas dan lebih liberal dari negara liberal itu sendiri.
“Ya sekarang lihat aja di supermarket-supermarket bagaimana kondom itu dipajang bebas dietalase kasir. Anda memberi uang 15 ribu ke anak umur 10 tahun untuk beli kondom di situ pasti dikasih.”
Menurut Hardjito, sebelum ada gagasan kampanye kondom dari Menkes pun, masalah kondom di Indonesia sudah berjalan bebas mulai dari iklan-iklan yang tayang setiap waktu di TV bahkan di sela-sela film anak-anak,” jelas wartawan Aljazeerah ini.
Hardjito berharap masyarakat tidak menyoroti posisi Menkes, tapi gagasan penolakan kondom ini lebih kepada penekanan terhadap pemerintah untuk membuat aturan yang mengatur secara ketat penggunaan kondom hanya untuk mereka yang sudah sah menjadi suami istri.
“Masalah penyakit kelamin, HIV/AIDS dan sebagainya itu hadir karena ketidakpahamnya masyarakat atas agama mereka sendiri. Ditambah pemerintah kita tidak membuat aturan jelas mengenai batasan dalam penjualan kondom ini. Harusnya yang bisa membelinya mereka yang sudah jelas sah sebagai suami Istri dan harus ada pelarangan dan tindakan hukum jika yang membelinya adalah orang yang belum menikah, terutama tindakan hukum kepada pihak penjualnya juga,” ujar pria yang juga anggota Komite Solidaritas Untuk Rakyat Palestina (KISPA) ini.*