Hidayatullah.com –Menurut Prof Dr H. Mochtar Pabottingi dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) setiap upaya atau sistem yang melecehkan kepemilikan dan daya ekplorasi sumber daya alam nusantara dan merugikan rakyat Indonesia adalah perilaku pengkhianatan yang harus dilawan. Hal ini disampaikan olehnya sebagai salah satu nara sumber dalam diskusi publik dan pembacaan “Petisi Blok Mahakam untuk Rakyat” di Ruang GBHN gedung Nusantara V MPR, Senayan, Rabu (10/10/2012) lalu.
Menurutnya, Blok Mahakam merupakan salah satu ladang gas terbesar di Indonesia. Saat ini rata-rata produksinya sekitar 2000 juta kaki kubik perhari. Angka ini sama dengan 344.000 barel oil equivalen perhari. Cadangan terkandung dalam Blok ini sekitar 27 trilyun cubic feet (tcf). Sejak 1970 hingga 2011, sekitar 50% (13,5 Tcf) cadangan telah dieksploitasi oleh pihak asing.
Menurutnya, Blok Mahakam memiliki potensi pendapatan kotor hingga angka 100 Milliar dollar Amerika. Dengan cadangan gas yang masih sekitar 12,5 tcf dan harga gas international yang terus naik maka Blok mahakam sangat berpotensi menjadi sumber devisa dengan pendapat 187 Milliar Dollar Amerika atau sekitar Rp 1700 Trilyun. Faktanya semua angka itu justru menjadi santapan pihak asing dibandingkan menguntungkan negara sendiri.
“Bagi generasi yang akan datang, habis mereka semua nanti tidak punya apa-apa lagi selain hanya tanah tandus, gurun, karena semua kekayaan kita sudah dirampok oleh asing dan semua itu dilegalisasi oleh pemerintah sendiri,” jelas Mochtar sebagai nara sumber diskusi mengkritik gagasan pemerintah untuk melanjutkan kerjasama pengelolaan Blok mahakam dengan pihak asing.
Menurutnya, sudah waktunya pemerintah Indonesia bersikap tegas untuk menghentikan kerjasama pengelolaan sumber daya alam (SDA) Indonesia. Ia menilai cukuplah pada kasus Freeport dan Blok Cepu bangsa ini dibodohi oleh asing. Sudah waktunya Indonesia merebut kembali aset-aset SDA-nya dan memberikan setiap keuntungan pengelolaannya untuk memakmurkan rakyat Indonesia.
Pengelolaan Blok Mahakam sendiri di tanda tangani diatas kontrak kerja sama (KKS) antara pemerintah Indonesia dengan Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation dari Jepang pada 31 Maret 1967. Kontrak yang seharusnya berakhir pada 31 Maret 1997 tiba-tiba diperpanjang lagi hingga 31 Maret 2017. Saat ini menurut Muktar ide untuk melanjutkan perpanjangan kontrak Blok Mahakam sama saja dengan mengizinkan bangsa Indonesia terus dijajah.
“Aparat-aparat negara yang sekongkolan (bekerjasama) dengan kepentingan asing harus kita singkirkan, pejabat negara yang sekongkolan dengan asing harus kita lawan, pengkhianat mereka semua itu,” jelasnya.
Saat ini menurutnya, beberapa kontraktor asing sudah melakukan pendekatan kepada pemerintah RI untuk melanjutkan kontrak Blok Mahakam. Hal inilah menurut Muktar harus segera disosialisasikan ke seluruh rakyat Indonesia agar rakyat berdiri bersama menuntut pemerintah agar tidak melanjutkan kerjasama pengelolaan Blok Mahakam dengan asing. Ia juga meminta agar Blok Mahakam segera di nasionalisasi dan keuntungannya murni ditujukan untuk memakmurkan rakyat Indonesia.*