Lanjutan ARTIKEL sebelumnya
10 Kali Tenggelam di Laut
Liku-liku hidupnya tidaklah semulus yang dibayangkan orang. Banyak kenangan yang membekas dalam sejarah hidup Guru Mansurdin.
Pada 2003-2005 dia pernah mengungsikan sekolah dan seluruh muridnya ke SD 2 Trumon karena dampak konflik. Selain itu, sebelum jalan ke Buloh Seuma tembus pada Maret 2013, dia sudah terbiasa menumpang boat nelayan jika ingin pergi ke kota.
“Boat ke Trumon tidak tersedia setiap waktu. Saat musim barat kami terkurung, tidak bisa keluar. Kami harus bertahan hidup dengan cara saling berbagi stok makanan yang tersedia di rumah-rumah. Pada saat-saat genting seperti itu, kami terbiasa makan nasi bubur guna penghematan,” kisahnya dibenarkan Sekdes Teungoh, Zainal.
“Warga Buloh Seuma sudah terbiasa karam bersama boat yang mereka tumpangi saat ombak besar menghantam. Saya 10 kali pernah tenggelam di lautan, dan alhamdulillah masih selamat sampai saat ini,” ujar Mansurdin.
Kini, terhitung Maret 2013, penderitaan tenggelam di laut karena ketiadaan jalan darat tak akan terjadi lagi. Setelah 68 tahun Indonesia merdeka, kini Buloh Seuma sudah dapat dilalui melalui jalur darat walau kondisinya masih memprihatinkan. Saat hujan turun, mobil tak dapat berlalu ke sana. Sepeda motor bahkan harus didorong di beberapa titik luapan air rawa.
Selain itu, jaringan listrik dan telepon sampai saat ini belum tersedia. Kondisi serba kekurangan ini tak menyurutkan semangat Mansurdin untuk bertahan dalam memperjuangkan kualitas hidup penduduk Buloh Seuma. Dia yakin, walau mungkin luput dari perhatian manusia, tapi pengabdiannya tak luput dari “catatan harian” malaikat.
Atas semua desikasinya, ia pernah mendapat penghargaan.
“Pada tahun 1994 pernah sekali diundang menghadiri peringatan Hardikda di Banda Aceh. Setelah itu tak ada lagi.”
Pengabdian
Sejak tamat Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan usianya masih berbilang remaja, dia dengan senang hati menerima tugas mengajar di SD Buloh Seuma, Kecamatan Trumon, Kabupaten Aceh Selatan. Mengabdi selama 35 tahun di daerah terpencil dan nyaris luput dari perhatian, tak membuatnya hengkang.
Pria kelahiran 1958 itu diangkat sebagai guru SD Buloh Seuma pada tahun 1978, saat usianya baru menanjak 20 tahun.
Mansurdin remaja tak mengeluh ditempatkan di daerah paling terisolir itu. Sebaliknya, dia segera mengepak barang-barangnya untuk kemudian menumpang boat milik warga Buloh Seuma dan mengantarkannya ke sana.
Tatkala Mansurdin baru memulai bertugas di Buloh Seuma, jangankan orang tamat SMA, anak tamatan SD saja tidak ditemukan di sana. Sebab, SD baru didirikan pada tahun 1977. Oleh sebab itu, tantangan yang dihadapi Mansurdin tergolong berat, dan dia tak pernah menyerah untuk melakukan perubahan.
Sejak penugasan ke SD Buloh Seuma hingga kini menjelang pensiun, tidak pernah terlintas kata-kata pindah tugas dalam benak Mansurdin.
Sebaliknya, pria yang masih terlihat tampan ini justru memilih meminang gadis Buloh Seuma guna memantapkan tugas pengabdiannnya di sana.
Guna memberikan pelayanan terbaik bagi anak didiknya, ia kemudian melanjutkan pendidikan S1 pada kelas jauh Universitas Abulyatama di Tapak Tuan dan selesai pada 2001.
Dari pernikahannya dengan perempuan Buloh Seuma, kini Mansurdin dikaruniai 6 orang anak. T. Zulfadli (pegawai di Aceh Selatan) T. Mirwan Saputra (sedang menyelesikan S-2 IT di Unsyiah Banda Aceh dan dosen luar biasa di Universitas Serambi Makkah), T. Suara Anwar (bekerja di Puskesmas Trumon Tengah), T.Jalda Utama (kuliah di Universitas Muhammadiyah Banda Aceh) T.Sayuti (sedang kuliah di Universitas Negeri Surabaya) dan Cut Sudaryanti (sedang nyantri di Labuhan Haji Aceh Selatan).
“Saya menikah dengan gadis Buloh Seuma. Buloh Seuma telah menjadi tanah air saya dan berkewajiban membangunnya. Kepada anak-anak, saya selalu berpesan untuk tak terlalu berharap perubahan dari orang lain. Diri sendirilah yang sangat berperan dalam mengubah masa depan. Itulah sebabnya saya menyekolahkan anak-anak ke jenjang tinggi dengan harapan suatu saat mereka akan pulang dan melakukan perubahan,” ujar Mansurdin sambil memboncengi Tabangun Aceh pada sepeda motornya, Jumat (4/10/2013).*/kiriman Hasan Basri M Nur, Aceh