TIDAK Tidak semua orang mau menghabiskan hidupnya di kampung orang nan terpencil, apalagi di daerah terisolir yang hanya dapat dijangkau dengan perahu atau boat. Tapi hal itu tidak berlaku bagi Teuku Mansurdin (55).
Pengabdiannya di Buloh Seuma nyaris tanpa batas. Walau orang-orang memanggilnya dengan kata “Pak Guru”, tapi sebenarnya dia sudah melakoni berbagai “profesi”. Baru setahun bermukim di sana, ia sudah diminta bantu oleh Camat Trumon untuk menjadi Sekretaris Desa Teungoh.
“Selama 11 tahun (1979-1990) saya diminta menjadi Sekdes. Saya harus menerima tawaran ini agar dapat membantu menertibkan administrasi desa,” tuturnya.
Selain itu, pada tahun-tahun pertama tinggal di Buloh Seuma, dia pernah berperan sebagai “penyuluh agama” dan mengajak masyarakat untuk melakukan perintah Allah Subhanahu Wata’ala dan meninggalkan larangannya. Terakhir, yang tak kalah serunya, dalam keadaan terpaksa, dia harus melakoni profesi sebagai “dokter” dan saban hari melayani orang sakit.
Kisahnya berawal ketika ia selesai membantu menertibkan administrasi desa selama 11 tahun.
Mansurdin kemudian terpanggil untuk membantu mengobati penduduk Buloh Seuma. Bukan apa-apa, di tempat itu tidak ada tenaga medis.
“Di sini tidak ada petugas medis yang menetap. Kalau ada warga yang sakit harus menunggu kedatangan dokter yang jadwalnya tak menentu.”
Melihat kondisi yang memprihatinkan ini, ia tertantang belajar ilmu yang berkaitan dengan medis.
“Saya bekerja rangkap sebagai “petugas medis” selama 5 tahun (1994-2001, red),” katanya.
Mansurdin belajar praktik medis ini dari dokter yang bertugas ke sana. Setiap kali dokter datang, dia mengajak dokter untuk menginap di rumahnya dan kemudian meminta sang dokter “menurunkan” ilmu kepadanya.
“Sang dokter dengan senang hati mengajari saya. Saya juga membeli alat-alat medis sederhana untuk memeriksa pasien,” kata Mansurdin sambil tersenyum.
Mengenai obat-obatan, Mansurdin menumpang boat nelayan asal Sibolga yang sering berlabuh di pantai Buloh Seuma. Nelayan Sibolga mengantarkannya ke daratan Sibolga dan selanjutnya dia menumpangi angkutan umum menuju kota Medan untuk membeli obat-obatan dalam jumlah yang cukup untuk satu bulan.
Pekerjaan ini dilakoni selama 5 tahun karena alasan darurat. Namun dia kemuan berhenti setelah berdiri Pusekesman Pembantu (Pustu).
“Saya ‘pensiun’ sebagai petugas medis setelah berdiri Pustu pada 2001,” kenang Mansurdin.*/kiriman Hasan Basri M Nur, Aceh
Bersambung ARTIKEL berikutnya