BAGI yang berkunjung ke Masjid Muhammad Al-Fatih (Sultan Mehmed II), di Istanbul Turki, jangan lupa melihat empat wasiat penting dari Sang Penakluk Konstantinopel, terkait pewakafan masjid al Fatih. Inilah isi wasianya;
Pertama, Sepuluh orang Hafizul Quran harus ditugaskan untuk membaca Al-Quran setiap hari Jum’at sebelum shalat Jum’at
Kedua, dua puluh orang shalih harus ditugaskan untuk mengkhatamkan Al-Quran tiap hari ba’da shalat Subuh
Ketiga, dua puluh orang shalih harus ditugaskan untuk membaca 70.000 kalimat tauhid tiap hari ba’da shalat Subuh
Empat, sepuluh orang harus ditugaskan untuk membaca 10.000 shalawat atas Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wassallam ba’da shalat Subuh
Wasiat ini terpampang dekat pintu masuk sebelah kiri masjid Fatih.
Sebagaimana diketahui, Masjid Muhammad Al Fatih atau Fatih Camii (bahasa Turki,red), dikenal sebagai kompleks masjid besar. Masjid itu dikenal menjadi pusat sebuah kulliye (kompleks) yang luas, terdiri berbagai kegiatan, pusat lembaga pendidikan, klinik, rumah sakit, dapur umum, pasar hingga makam. Salah satunya kemudian menjadi tempat peristirahatan Sultan Al Fatih.
Selain itu, Sultan Al Fatih juga mendirikan sebuah kompleks imaret (sebuah kawasan terpadu yang menyatukan kegiatan keagamaan dan kesejahteraan umum)

Di era Utsmaniyah, tradisi membangun imaret itu sudah menjadi darah daging. Usman Nuri Ergin, peneliti sejarah Turki, menuliskan bahwa imaret itu berisikan masjid, madrasah, rumah sakit, tempat makan, wisma tamu, makam, puri, bahkan minaret. Semua dimanfaatkan untuk umat.
Prof. Mehmed Mogsudoglu, Guru Besar Universitas Istanbul, Turki, menyebutkan di era itu, kesultanan tidak mengeluarkan sepeser pun untuk pendidikan. Orang-orang kaya Islam membangun madrasah dan memberikan wakaf (toko, bangunan, lahan, kebun buah) untuk lembaga-lembaga ini.
Praktek wakaf tak hanya pada keluarga Utsmaniyah, para penguasa lain seperti wazir juga berlomba satu dengan yang lain dalam menyumbangkan wakaf.
Kala itu dalam dokumen wakaf juga dicantumkan ancaman kutukan Allah dan Rasulullah bagi mereka yang mencoba mengubah dan memutar balik keputusan atas wakaf.
Rasanya, cukup pantas, ia mendapatkan julukan “sebaik-baik komandan perang” seperti yang telah dikabarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wassallam.*