Sambungan artikel PERTAMA
Oleh: Ilham Kadir
Karena Tifatul menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informasi di Era Pemerintahan Susilo Bambang Yudoyono jilid II, maka pada sidang Majlis Syura PKS yang berlangsung 16-20 Juni 2010 menetapkan Luthfi Hasan Ishaaq terpilih sebagai presiden PKS priode 2010-2015. Sayang, karena tersangkut kasus korupsi, maka pada 1 Februari 2013, Luthfi mundur lalu digantikan oleh Anis Matta pada 1 Februari 2013.
Dalam situasi yang kritis, partai yang dipimpin Anis Matta itu harus bekerja keras untuk bangkit, lembaga survey berlomba-lomba memastikan jika PKS akan tamat riwayatnya pada pemilu 2014. Tapi prediksi itu salah total alias ngawur sebab PKS mendapat perolehan suara sebanyak 6,7 persen meningkat sekitar 200.000 suara (8.480.204) walaupun dari perolehan kursi merosot tajam dari 7,8 persen tahun 2009 dengan suara 8.480.204 dan kursi berjumlah 57, menjadi 40 kursi pada pemilu 2014-2019.
Pada bulan Oktober 2014, PKS bergabung bersama koalisi Merah Putih dan mendukung pasangan Prabowo-Hatta pada Pilpres 2015 yang kalah tipis dari pasangan Jokowi-JK. Akhirnya, PKS berada di luar pemerintahan alias oposisi.
Fenomena Anis Matta
Di antara pendiri dan konseptor PKS yang dinilai telah banyak memberikan kontribusi pada partai adalah Anis Matta, pria berdarah Bugis kelahiran Bone Sulawesi Selatan. Betapa tidak, sejak PKS terbentuk ia terus menerus memegang posisi kunci dalam partai dakwah itu. Jabatannya, hanya Sekjend dan Presiden partai hingga menjelang Musyawarah Nasional Ke-4, barulah beliau digeser ke jabatan Ketua Bidang Kerjasama Internasional.
Pengalaman saya, sewaktu ikut tarbiyah suara-suara tausiyah Anis Matta sebagai pembangkit semangat para kader muda kerap diperdengarkan, bahkan jauh sebelum itu, tulisan-tulisannya selalu menghiasi berbagai media Islam, tak terkecuali majalah Hidayatullah yang cakupannya begitu luas.
Beliau adalah tokoh muda yang produktif menulis, orator, motivator, sehingga banyak kader muda PKS mengidolakannya.
PKS pun melejit dari pemilu ke pemulu, hingga tiba-tiba ditimpa badai dengan tertangkapnya Luthfi Hasan Ishaaq oleh Komisi Pemberantasan Kosupsi (KPK) tahun 2014, terlepas dari klaim beberapa pihak bahwa ini bagian dari skenario untuk mengguncang PKS, yang jelas beliau terbukti melakukan penyimpangan, dan sang presiden pun dibui.
Tidak sampai di situ, saat ini, Kader PKS Lainnya, Gubernur Sumatera Utara, Gator Pujo Nugroho juga sedang tersandung kasus korupsi, dan dan tidak menutupi kemungkinan jika masih ada kader-kader lainnya yang melakukan perbuatan menyimpang dari agama dan hukum, cuma saja belum tertangkap.
Walaupun telah sukses menjadi partai tengah yang penengah tapi belum mampu menjadi pembeda dengan partai-partai lainnya. Pemberantasan korupsi sebagai agenda utama reformsi masih belum bisa diaplikasikan secara konsisten oleh PKS.
Di bawah banyang-bayang Anis Matta, melejit tinggi dan PKS melangkah jauh, merasakan nikmatnya syahwat kekuasaan dengan limpahan kemewahan namun kering dari nilai-nilai spritualis. Bahkan pada tataran elite PKS hampir tidak ada bedanya denga elite partai lain, menampilkan budaya mewah, glamor, dan parlente. Ada yang hilang dari partai dakwah dambaan umat ini. Fenomena ini disadari oleh elite PKS dan berusaha melakukan restorasi.
Kembali ke Khittah
Pada Selasa malam, 8 September 2015 saya turut hadir dalam acara “Silaturrahim dan Ta’aruf Dewan Pimpinan Tingkat Pusat PKS dengan Pimpinan Ormas-Ormas Islam” di Kantor DPP PKS Jakarta.* (BERSAMBUNG) “Tampilnya Habib Salim”..
Ilham Kadir, Peneliti MIUMI, Kandidat Doktor Pendidikan Islam UIKA Bogor