Oleh: Ady Amar
Hidayatullah.com | BANYAK yang tidak mengenalnya secara luas, saat ia masih hidup. Ia hanya dikenal di kalangan terbatas. Di keluarga terdekat, lingkungan tempat ia tinggal, tempat kerja, dan jika aktif setidaknya ia dikenal di komunitas terbatasnya.
Tapi, setelah tragedi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ 182, Sabtu (9/01/2021), yang menewaskan seluruh penumpangnya, justru namanya dikenal seantero negeri.
Dikenal tidak karena ia salah satu dari 61 penumpang (termasuk kru) yang meninggal dalam tragedi naas itu. Bukan pula karena ia pilot yang mengawaki pesawat itu.
Afwan Zamzami nama lengkapnya, biasa dipanggil Captain Afwan. Tiba-tiba nama itu disebut banyak orang dengan penuh kagum, dan lalu mendoakan semoga husnul khotimah, dan panjatan doa-doa kebaikan lainnya.
Captain Afwan bukan sembarang pilot. Ia pilot yang setelah kematiannya, justru dibicarakan banyak orang dengan semarak kebaikan.
Tentu tidak semua orang bisa dibicarakan dengan penuh kebaikan saat ia sudah dipanggil-Nya. Hanya orang-orang tertentu dan istimewa.
Biasanya, jika seseorang saat hidupnya melakukan hal-hal tidak sepantasnya, aturan agama dan konvensi keberadaban tidak lagi membicarakannya. Menutup aib-aibnya.
Tapi Captain Afwan, menurut penuturan keluarga, handai taulan, teman di tempat bekerja, dan para tetangga di lingkungan tempat tinggalnya, memuji dengan pujian selangit akan kebaikan-kebaikannya.
Kagum akan perilakunya semasa hidup, yang diisi kebaikan dua dimensi: pada Tuhannya, biasa disebut hablum minallah,dan pada sesama manusia, hablum minannas.
Paket komplit dua dimensi ini menjadi bagian kesehariannya. Dan itu konsisten dikerjakan. Tidak sekadar dikerjakan hanya memenuhi standar menjalankan perintah-Nya.
Mewarnai dengan Nilai Kebaikan
Tapi yang menarik dari diri Captain Afwan, adalah selalu menularkan pada sekitarnya berupa nasihat-nasihat agar mengerjakan hal-hal kebaikan.
Tampaknya, ia ingin mewarnai lingkungannya dengan suasana keberagamaan yang baik. Maka semua yang mengenalnya selalu mendapat nasihat untuk tidak meninggalkan shalat 5 waktu.
Ada tulisannya dalam Display Picture WhatsApp disandingkan dengan meme Superman yang shalat dengan menggunakan sarung. Narasi yang tersemat di situ, “Setinggi apa pun aku terbang, tidak akan mencapai surga bila tak shalat 5 waktu.”
Tampaknya shalat 5 waktu jadi pedoman bekal hidup yang utama baginya. Maka ia biasakan untuk shalat jika waktunya tiba, meski waktu sempit, ia tetap ke mushola untuk shalat. Tidak menundanya, tanda menggampangkan.
Captain Afwan juga melakukan rutin puasa Senin dan Kamis. Meski pada hari itu ia harus terbang. Dan hal biasa jika melihat ia berbuka puasa di cockpit, saat pesawat tengah mengudara.
Ada pula nasihat menarik darinya, dan itu selalu disampaikannya pada lingkungannya. Hal yang itu juga dipraktikkannya, tidak sekadar mengajak tapi tidak berbuat, yaitu sedekah.
Soal sedekah ini, lalu menjadi cerita yang bermunculan saat orang membicarakan tentang kebaikannya. Satu persatu orang yang pernah dibantunya muncul semacam memberi kesaksian, bahwa sering Captain Afwan memberi bantuan padanya.
Bantuan materi pada keluarga yang membutuhkan, juga pada mereka yang dikenalnya yang butuh bantuan, ia ringan meluluskan.
Captain Afwan memiliki tiga anak, terbilang masih kecil. Yang sulung baru SMP. Istri dan ketiga anaknya memilih tidak menemui awak media. Dan lalu seorang kemenakan yang mewakili keluarga yang menemui para pencari berita.
Ada hal yang disampaikan, bahwa seperti biasanya jika akan berangkat bekerja untuk meninggalkan keluarga beberapa hari, Captain Afwan selalu pamit, dan biasa hanya dengan salaman pada istri dan anak-anaknya.
Tapi pada kali terakhir, ada yang tidak biasa dilakukannya. Disamping bersalaman, ia meminta maaf pada istri dan anak-anaknya. Saat itu salah satu anaknya nyeletuk, “Kok tumben Abi berbeda.”
Tampaknya Captain Afwan menitipkan pesan, pesan yang tidak disadari sekelilingnya, bahwa kata “maaf” itu, isyarat bahwa ia tidak bisa membersamai mereka lagi di kehidupan dunia. Bisa jadi demikian isyarat yang disampaikan… Wallahu a’lam.

Ada lagi hal tidak biasa, yang diperlihatkan. Biasanya, jika ia berangkat selalu menggunakan pakaian licin rapi. Tapi hari itu, ia tampak terburu-buru, dan hanya memakai pakaian yang belum disetrika.
Terburu-buru itu lalu bisa dimaknai, ia sepertinya ingin secepatnya menemui Tuhannya. Dan tidak perlu dengan “pakaian” dunia yang dikenakan, tapi pada amalan yang menempel yang dibawanya. Bisa jadi demikian… Wallahu a’lam.
Ada kebiasaan lain dari Captan Afwan, yang saat peristiwa naas, itu tidak dilakukannya. Setiap akan lepas landas, kebiasaannya adalah menelepon sang istri. Menyampaikan kondisinya saat itu, dan agar didoakan. Tapi hari itu tidak dilakukannya.
Sepertinya Captain Afwan sudah tidak mengingat dunia lagi. Ia seolah fokus menghadap Tuhan, tanpa mau dibebani urusan-urusan duniawi. Sekali lagi, bisa jadi demikian… Wallahu a’lam.
Si Pemaaf dan Penyabar
Pada saat terakhir itu, Captain Afwan–afwan itu bermakna maaf/pemaaf–mengutip kalimat di bawah foto profil WhatsApp kalimat yang berkenaan sikap pemaaf.
“Jadilah pemaaf dan suruhlah manusia berbuat kebaikan, dan jauhilah orang-orang jahil.”
Pemaaf dan sabar, juga menurut penuturan mereka yang dekat dengannya, adalah sikap yang dipunya Captain Afwan.
Ada kesaksian dari seseorang, sepertinya seorang co-pilot, yang pernah terbang dengannya.
Begini kesan dalam Twitternya, “Captain Afwan salah satu capt. terbaik yang pernah saya kenal. Tidak pernah rewel walaupun pesawat ada rusak. Dia bilang ke teknik dengan baik dan sabar. Dermawan banget lagi orangnya, dan identik dengan kopiah putihnya. Safeflight to janah, capt.”
Banyak yang mengenalnya, yang menuturkan, tidak sedikit pun Captain Afwan punya kekurangan atau berbuat tidak terpuji. Bahkan, ia tidak menjabat tangan perempuan yang bukan mahramnya. Jika berbicara dengan pramugari misal, ia menundukkan pandangannya. Subhanallah.
Membaca riwayat hidup dan penuturan orang-orang yang mengenalnya, pastilah Captain Anwar Zamzami, adalah salah satu manusia yang dirindu surga. Karena surga memang merindu orang-orang semacamnya.*
Kolumnis, tinggal di Surabaya