Utusan Palestina untuk PBB Riyad Mansour menggambarkan pemboman ‘Israel’ di Jalur Gaza dan langkah Zionis melakukan pengepungan sebagai tindakan genosida
Oleh: Pizaro Gozali Idrus
Hidayatullah.com | MENTERI Pertahanan penjajah Israel Yoav Gallant menuai kecaman internasional usai bersumpah melakukan “blokade total” demi menghentikan pasokan makanan dan bahan bakar di Gaza, yang merupakan rumah bagi 2,3 juta penduduk Palestina.
Untuk mengeyahkan perlawanan bangsa Palestina, rezim penjajah membentuk kabinet “perang”. Gallant mengatakan pihaknya mengerahkan agresi skala penuh untuk memerangi Hamas dan bertekad melenyapkan kelompok yang istiqomah melawan penjajahan Israel tersebut.
Namun apa yang terjadi di lapangan, target kolonial bukan saja Hamas, tapi juga masyarakat sipil Palestina, rumah sakit, sekolah, wartawan. Tidak ada tempat bersembunyi bagi warga Palestina yang dihujani roket, rudal, dan bom.
Situasi ini digambarkan Kementerian Kesehatan Palestina sebagai bencana serius kemanusiaan.
Angkatan Udara ‘Israel’ mengatakan telah menjatuhkan sekitar 6.000 bom untuk menarget Hamas” hanya dalam waktu enam hari sejak Hamas meluncurkan Operasi Taufan Al-Aqsha (Operasi Badai Al-Aqsha) sejak 7 Oktober lalu.
Menurut Marc Garlasco, penasihat militer PAX for Peace yang berbasis di Belanda, angka ini hampir menyamai jumlah bom yang diluncurkan AS di Afghanistan dalam satu tahun. Bedanya, Gaza adalah wilayah yang jauh lebih kecil dan jauh lebih padat penduduknya dibanding Afghanistan.
Garlasco, yang juga mantan penyelidik kejahatan perang PBB di Libya, merinci jumlah bom terbanyak dalam setahun untuk perang di Afghanistan hanya sekitar 7.423. Bahkan, menurut PBB, NATO menjatuhkan lebih dari 7.600 bom dan rudal dari pesawat selama perang NATO di Libya.
Charles Lister, peneliti senior dan direktur Program Ekstremisme dan Kontraterorisme di Institut Timur Tengah, terkejut dengan jumlah 6000 bom yang dijatuhkan penjajah Zionis di Jalur Gaza.
Sebagai perbandingan, kata Lister, koalisi internasional anti-ISIS hanya menjatuhkan rerata 2.500 bom di area seluas 46.000 km2 di Suriah dan Irak.
Akibat massifnya invasi penjajah, Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mengatakan jumlah warga Palestina yang gugur dalam serangan udara Israel di Gaza, sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Ahad (15/10/2023), telah meningkat menjadi 2.670 orang.
Dari jumlah itu, 750 anak termasuk di antara korban gugur. Jumlah ini kemungkinan besar akan terus bertambah.
Menteri Kesehatan Palestina Mai Alkaila bahkan mengatakan kepadatan penduduk, kurangnya listrik dan kekurangan air telah menyebabkan penyebaran penyakit menular di Jalur Gaza.
Semenatra itu Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) melaporkan setidaknya satu juta orang di Gaza terpaksa meninggalkan rumah mereka hanya dalam waktu satu minggu.
Zionis Gunakan Fosfor Putih
Duka bangsa Palestina tidak hanya berhenti di angka itu. Fakta lain upaya penjajah untuk menghancurkan Gaza adalah penggunaan fosfor putih. Amnesty International membeberkan bukti penggunaan senjata terlarang itu oleh militer penjajah terhadap wilayah sipil di Jalur Gaza.
Video dan foto yang diverifikasi oleh Laboratorium Bukti Krisis milik Amnesty International menunjukkan rezim kolonial telah menggunakan fosfor putih sejak perang dimulai pada 7 Oktober.
Amnesty menyampaikan Howitzer tipe M109 155 mm terlihat jelas pada gambar amunisi yang ditimbun tentara Zionis di kota Sderot, yang terletak 1 kilometer (0,62 mil) dari perbatasan Gaza.
Dalam foto juga terdapat peluru artileri M825 dan M825A1 berlabel D528, yang merupakan Kode Identifikasi Departemen Pertahanan AS untuk “amunisi berbasis fosfor putih”.
Menurut Konvensi PBB tentang Senjata Konvensional (CCW), fosfor putih dilarang digunakan dalam perang di kawasan padat penduduk. Sebab tindakan itu dapat menyebabkan luka pada paru-paru dan membuat manusia mati lemas jika menghirupnya.
Fosfor putih, yang dapat menyebabkan luka bakar tingkat dua dan tiga pada kulit, memiliki karakter yang mudah terbakar jika terkena oksigen. Jika digunakan sebagai bom, fosfor putih dapat menyebabkan kebakaran dan kerusakan tubuh akibat efek ledakan.
Secara historis, bukan kali ini saja penjajah Israel memakai fosfor putih. Pada 2010, Human Rights Watch (HRW) meluncurkan laporan yang menunjukkan bahwa penjajah Israel menggunakan amunisi yang mengandung fosfor putih dalam “Operasi Cast Lead” di Jalur Gaza dalam periode Desember 2008 dan Januari 2009.
Genosida Penjajah
Utusan Palestina untuk PBB Riyad Mansour menggambarkan pemboman ‘Israel’ di Jalur Gaza dan langkah Zionis untuk melakukan pengepungan total terhadap Gaza yang dikuasai Hamas sebagai tindakan genosida.
Menurutnya, invasi dengan melakukan pengeboman terhadap masyarakat Gaza, menggunakan kelaparan sebagai metode peperangan, dan melenyapkan entitas Palestina merupakan tindakan genosida.
Menurut Konvensi tentang Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida, genosida mencakup berbagai tindakan “yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan, seluruhnya atau sebagiannya merupakan suatu kelompok nasional, etnis, ras atau agama”.
Definisi di atas tercermin dalam Pasal 6 Statuta Roma Mahkaman Pidana Internasional (ICC), yang memiliki yurisdiksi atas kejahatan yang terjadi di wilayah Negara Palestina sejak 13 Juni 2014.
Dalam Statuta tersebut, “genosida” berarti setiap perbuatan berikut ini yang dilakukan dengan tujuan untuk menghancurkan, seluruhnya atau untuk sebagian, suatu kelompok nasional, etnis, ras atau keagamaan, seperti misalnya: (a) Membunuh anggota kelompok tersebut; (b) Menimbulkan luka fisik atau mental yang serius terhadap para anggota kelompok tersebut.
Lalu (c) Secara sengaja menimbulkan kondisi kehidupan atas kelompok tersebut yang diperhitungkan akan menyebabkan kehancuran fisik secara keseluruhan atau untuk sebagian; (d) Memaksakan tindakan-tindakan yang dimaksud untuk mencegah kelahiran dalam kelompok tersebut; (e) Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok itu kepada kelompok lain.
Genosida ini bukan terjadi pada hari ini saja, tapi bangsa Palestina sudah merasakannya selama 75 tahun. Rumah mereka digusur, tanah mereka dicuri, bayi-bayi mereka dibunuh, orangtua meregang nyawa, listrik mereka diputus, air mereka tercemar, dan jalur keluar mereka ditutup. Situasi ini berlangsung setiap hari, menit, dan detik. Tanpa ada upaya serius dari negara-negara Barat dan mitra penjajah untuk menghentikannya.*
Senior Fellow Asia Middle East Center for Research and Dialogue Kandidat Ph.D bidang Policy Research and International Studies Universiti Sains Malaysia