Ketiganya melancarkan serangan terkoordinasi terhadap sejumlah wilayah vital Israel, menyebabkan kehancuran dan korban jiwa yang signifikan.
Kelompok Ansarullah (milisi Syiah al-Houthi) di Yaman mengklaim telah meluncurkan sejumlah rudal jarak jauh dan drone ke Israel dari wilayah utara Yaman.
Sementara itu, milisi Syiah Hizbullah di Lebanon selatan menembakkan puluhan roket ke wilayah Galilea dan Golan, bersamaan dengan gelombang serangan dari Iran.
Sirene peringatan terdengar di Tabarayya, al-Jalil, Tel Aviv, al-Quds, dan wilayah perbatasan Yordania, menandai cakupan serangan yang luas. Kota Eilat, yang terletak paling selatan Israel, juga melaporkan keberadaan pesawat tak dikenal di wilayah udaranya.
“Serangan ini belum pernah kami alami sebelumnya. Seluruh negeri sedang dibombardir,” ujar jurnalis militer Channel 14. “Kami kehilangan kendali penuh terhadap sistem pertahanan di beberapa area.”
Data rumah sakit yang dikutip New York Times menyebutkan setidaknya 40 orang terluka di Tel Aviv dan sekitarnya, sementara seorang korban dilaporkan meninggal karena luka kritis.
Pemadaman listrik massal terjadi di beberapa wilayah, termasuk wilayah Gush Dan.
Sebuah pangkalan udara di Negev dan Tel Aviv dilaporkan mengalami kerusakan parah, sementara Security Ministry Israel terbakar akibat hantaman langsung rudal Iran.
“Kami tidak bisa tinggal diam menyaksikan agresi brutal terhadap Iran dan rakyat Palestina. Ini adalah pertempuran kehormatan regional,” demikian pernyataannya, jubir Hizbullah.
Iran juga menyebut bahwa sekutu mereka telah bertindak sesuai koordinasi, dan menegaskan bahwa tanggung jawab akan ditanggung bersama jika Israel melanjutkan provokasi.
“Keamanan Republik Islam Iran adalah garis merah kami. Keterlibatan Yaman dan Lebanon adalah bagian dari respons kolektif terhadap kejahatan Zionis,” ungkap juru bicara IRGC.
Sementara itu, Venezuela dan China mengecam keras serangan awal Israel terhadap Iran.
Presiden Venezuela Nicolás Maduro menyebut Netanyahu sebagai “Hitler abad ke-21” dan menyatakan solidaritas penuh terhadap Iran dan sekutunya.
Konflik ini tidak hanya memperlihatkan kegagalan sistem pertahanan Israel dalam menghadapi serangan simultan dari berbagai arah, tetapi juga menandai kemungkinan pembentukan poros militer aktif antara Iran, Hizbullah, dan Houthi, yang dapat membuka babak baru konflik Timur Tengah.
“Jika Israel membalas kembali dengan kekuatan penuh, maka kita sedang menuju perang regional total. Dan ini bukan skenario teoritis lagi,” analis militer dari Al Jazeera.
Situasi di Israel kini mencekam. Pemerintah tengah mempertimbangkan mobilisasi cadangan militer dan mengevakuasi warga dari wilayah-wilayah yang dekat dengan garis serangan musuh.
Namun, dengan lebih dari 300 rudal dan drone menghantam secara bersamaan, sistem pertahanan udara seperti Iron Dome mengalami tekanan luar biasa.
Perang terbuka kini bukan lagi sekadar ancaman – tetapi kenyataan yang sedang berlangsung.*