Fungsi KUA jelas dalam pengelolaan hukum syariah bagi umat Islam mengikuti jejak Het Kantoor voor Inlandsche Zaken di masa kolonial Belanda
Oleh: Abdullah Abubakar Batarfie
Hidayatullah.com | PERNYATAAN kontroversial Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas baru-baru ini kembali menarik perhatian publik, terutama terkait keinginannya untuk mengubah Kantor Urusan Agama (KUA) menjadi tempat pernikahan lintas agama.
Saat ini, di tengah berbagai tantangan pasca-pemilu, negara kita sedang berjuang untuk menyelesaikan berbagai masalah dan persoalam kebangsaan, baik politik maupun sosial, pernyataan Yaqut Cholil Qoumas tersebut tentu saja menimbulkan polemik baru yang cukup serius.
Sebagai institusi pemerintah yang menjadi pemangku pada bidang kegamaan dan memiliki tanggung jawab besar dalam menjaga kerukunan dan kedamaian dalam masyarakat, sepatutntya pernyataan-pernyataan yang disampaikan oleh seorang Menteri Agama itu bisa menjadi penyejuk dan pendorong untuk menciptakan suasana yang kondusif bagi semua pihak.
Dalam konteks ini, penting bagi seorang Yaqut Cholil Qoumas untuk mempertimbangkan dampak dari setiap pernyataan yang disampaikannya, terutama dalam konteks sensitivitas agama dan keberagaman yang ada di Indonesia.
Sebagai seorang Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas sebaiknya lebih memperhatikan dialog yang inklusif dan membangun, serta mengedepankan semangat toleransi antarumat beragama.
Selain itu, penting juga untuk melakukan komunikasi yang efektif dengan seluruh pemangku kepentingan terkait, termasuk tokoh agama dan masyarakat sipil, agar kebijakan yang diambil dapat diterima secara luas dan mendukung upaya menjaga kerukunan dan kedamaian di tengah masyarakat yang beragam ini, menghormati nilai-nilai pluralisme dan keberagaman yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia.
Pernyataan kontroversial yang dilontarkan oleh seorang Yaqut Cholil Qoumas harusnya lebih bijaksana dan memperhatikan akar filosofi serta sejarah lahirnya Kementerian Agama dan KUA di Indonesia.
Hal ini mencerminkan betapa pentingnya pemahaman yang mendalam tentang konteks sejarah dan nilai-nilai yang mendasari institusi kegamaan di negara ini saat dilahirkan, terkhusus lahirnya kemeneterian Agama sebagai sebuah konsekwensi atas hasil kompromi ulama yang turut berembuk saat mendirikan republik.
Menyadari bahwa Indonesia adalah negara dengan keragaman agama yang kaya, penting bagi Yaqut Cholil Qoumas untuk memahami perannya sebagai penjaga kerukunan antarumat beragama.
Dalam konteks ini, pernyataan yang keliru atau kurang berpikir panjang, justru dapat memicu ketegangan dan konflik yang tidak diinginkan di dalam masyarakat.
Sebagai Menteri Agama, penting bagi Yaqut Cholil Qoumas untuk melihat lebih jauh dari sekadar kepentingan sempit dan mempertimbangkan implikasi dari setiap pernyataan yang disampaikannya.
Mencermati filosofi historis dan nilai-nilai yang menjadi landasan pembentukan Kementerian Agama dan KUA dapat menjadi panduan yang berharga dalam mengambil keputusan dan menyampaikan pandangannya kepada masyarakat.
Setidaknya terdapat sembilan fungsi KUA, di antaranya empat terkait dengan pernikahan dan perceraian, yaitu: pelayanan, pengawasan, pencatatan, serta pelaporan nikah dan perceraian.
Sementara itu, ada lima fungsi lainnya, termasuk layanan bimbingan untuk keluarga harmonis, pengelolaan masjid, penentuan awal bulan hijriah, pembinaan hukum syariah, serta bimbingan terkait zakat dan wakaf.
Dari rumusan fungsi-fujgsi itu dapat disimpulkan alur yang jelas, bahwa hajat umat Islam Indonesia menjadi tujuan saat KUA itu dibentuk oleh pemerintah.
Dalam konteks sejarah, institusi KUA juga adalah kelanjutan dari perkembangan sistem administrasi agama Islam di Indonesia. Eksistensinya mengikuti jejak Kantor Urusan Agama atau Het Kantoor voor Inlandsche Zaken pada masa kolonial Belanda, hingga Shumubu pada masa pendudukan Jepang.
Bahkan, sebagian umat Islam melacak akarnya hingga masa kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, yang memiliki struktur dan fungsionaris untuk menangani urusan keagamaan, termasuk pernikahan dan masalah lainnya.
Sebagai Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas harus memperhatikan nilai historis dan filosofis Kementerian Agama dan KUA dalam mengambil keputusan serta menyampaikan pandangannya.
Fungsi KUA yang jelas, termasuk pelayanan pernikahan dan pengelolaan hukum syariah, menggarisbawahi tujuan utama bagi umat Islam Indonesia.
Sebagai kelanjutan dari sejarah administrasi agama Islam, KUA tidak hanya melayani kebutuhan administratif, tetapi juga menjadi penjaga tradisi dan keberlanjutan dalam penyelenggaraan agama Islam di Indonesia.*
Peneliti di Pusat Dokumentasi dan Kajian (PUSDOK) Al-Irsyad Bogor