BUMI Syam (yang sekarang mencakup wilayah Lebanon, Palestina, Suriah, Yordania dan Syam Jura) dalam hadits nabi memiliki banyak keutamaan. Salah satunya adalah: sebagai kampung halaman orang beriman di akhir zaman. Di tempat inilah kelak menjelang kiamat akan menjadi pusat pertahanan umat Islam.
Suatu hari, Salamah bin Nufail Al Kindi ia berkata,’Saya duduk di sisi Nabi shalallahu alaihi wasallam, maka seorang laki-laki berkata,” Ya Rasulullah, manusia telah meninggalkan kuda perang dan menaruh senjata. Mereka mengatakan,” Tidak ada jihad lagi, perang telah selesai.” Maka Rasulullah shalallahu alaihi wasallam menghadapkan wajahnya dan bersabda, “Mereka berdusta! Sekarang, sekarang, perang telah tiba. Akan senantiasa ada dari umatku, umat yang berperang di atas kebenaran. Allah menyesatkan hati-hati sebagian manusia dan memberi rizki umat tersebut dari hamba-hambanya yang tersesat (ghanimah). Begitulah sampai tegaknya kiamat, dan sampai datangya janji Allah. Kebaikan senantiasa tertambat dalam ubun-ubun kuda perang sampai hari kiamat. Dan Allah telah mewahyukan kepadaku bahwa aku akan diwafatkan. Aku tidak akan kekal di dunia ini, dan kalian akan saling menyusulku, sebagian kalian memerangi sebagian yang lain. Dan kampung halaman kaum beriman adalah Syam.” (HR. Nasai)
Pasca meninggalnya nabi, terbukti bahwa dalam wilayah ini, para mujahid silih berganti berjuang untuk membebaskannya. Pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, upaya untuk membebaskan negeri ini paling tidak sudah dimulai sejak digulirkannya Perang Mu’tah dan Tabuk. Berlanjut ke masa “Al-Khulafa Al-Rasyidun” juga berusaha membebaskan bumi mulia ini. Sampai ketika sudah bisa dibebaskan dan muslim bisa tinggal nyaman di sana, baru kemudian timbul gejolak kembali dengan meletusnya Perang Salib di mana akhirnya negeri ini dikuasai oleh Nashara.
Melihat kondisi demikian, para pejuang Islam tidak tinggal diam. Kemudian muncullah figur-figur mujahid brilian seperti Maudud, Imaduddin Zanki, Nuruddin Mahmud Zanki, Shalahuddin Al-Ayyubi, dan lain sebagainya. Ini menunjukkan bahwa jihad di negeri ini selalu dinamis hingga akhir zaman. Tidak berlebihan jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menandaskan bahwa: “Ketahuilah, sesungguhnya iman pada saat terjadi beragam fitnah berada di Syam.” (HR. Ahmad)
Pada hadits ini, ketika terjadi fitnah akhir zaman penduduk yang diakui kualitas keimanannya adalah di Negeri Syam; suatu negeri tempat para mujahid berjuang.
Melihat gejolak yang sedang terjadi sekarang (baik di Suriah-Damaskus dan sekitarnya maupun di Palestina yang terus berkonflik dengan Yahudi saat ini), bahkan mungkin terus terjadi di masa mendatang, semakin menguatkan bahwa di tempat ini –dengan segenap keistimewaan yang dimiliki- akan menjadi arena para pejuang dalam menegakkan kalimat Allah di muka bumi.
Dengan demikian bisa dikatakan bahwa pada saatnya nanti, negeri ini akan menjadi satu tempat bangkitnya izzah Islam di seantero dunia. Namun, yang menjadi pertanyaan kemudian adalah apa kriteria para pejuang yang menjadi aktor penting (dalam hadits disebut sebagai ‘Thaifah Manshurah’) yang akan mengangkat izzah Islam di bumi mulia ini? Paling tidak, berdasarkan beberapa hadits yang membahas maslah ini, ada lima kriteria yang menjadi ciri khas mereka: Pertama, mengerjakan (menegakkan) perintah Allah. Kedua, tidak membahayakannya orang yang memusuhinya. (HR. Bukhari, Muslim) Ketiga, mereka berada dalam jalur ‘haq’ [benar] (HR. Bukhari, Muslim). Keempat, akan mendapat kemenangan. Kelima, seorang “muqâtil” pejuang di medan tempur untuk menegakkan kebenaran hingga hari kiamat (HR. Muslim)
Mengingat bahwa dalam bumi ini akan senantiasa ada gejolak antara yang haq dengan yang batil, maka pejuang-pejuang tangguh yang memiliki kriteria menegakkan perintah Allah, tidak terpengaruh oleh bahaya yang ditimpakan musuh, berada di jalur haq, berjuang di medan tempur, dan pasti mendapat kemenangan –sebagaimana hadits tadi- akan senantiasa ada hingga hari kiamat.
Dalam konteks kekinian, ada banyak kelompok yang berjuang di ranah jihad dalam perngertian “qitâl” (perang) di Bumi Syam. Sebut saja misalnya di Palestina ada beberapa kelompok pejuang yang menjaga kehormatan dan mewakili kita semua mempertahankan Baitul Maqdis dan Masjidil Aqsha yang dirampas penjajah. Ada banyak faksi, di antara mereka, sebut saja ada Harakat al-Jihād al-Islāmi fi Filastīn (Jihad Islam) dan Harakah al-Muqawamah al-Islamiyah (Hamas). Awalnya gerakan-gerakan ini bekerja di bawah tanah.
Kelompok Jihad Islam didirikan tahun 1980 oleh anak-anak muda Palestina yang belajar di universitas-universitas di Mesir. Anak-anak muda ini dipimpin oleh Dr. Fathi Al-Syaqaqi (Tiar, 2008).
Selama tahun 1987-2005, mereka terus melancarkan gerakan ‘intifadhah’ (perlawanan, pemberontokan) di medan tempur (Muhsin, 2015: 25-59) untuk membebaskan Palestina dari cengkeraman Israel. Bagi Hamas, Palestina adalah tanah waqaf umat Islam sampai hari kiamat karena itu harus diperjuangkan. Dalam buku “Kenapa Hamas Dibenci Israel” (2008), Dr. Tiar Anwar Bachtiar mencatat bahwa tujuan perjuangan Hamas yaitu ingin mewujudkan kekuasaan Islam di seluruh dunia. Namun, dalam konteks Palestina tujuannya lebih bersifat lokal untuk kawasan Palestina.
Hamas didirikan oleh Syeikh Ahmad Yassin dan enam orang sahabat dan juga merupakan murid-muridnya, Dr.Ibrahim al Bazuri, Muhammad Syam’ah (Gaza), Abdul Fatah Dakhan (Palestina Tengah), Dr Abdul Aziz Ar-rantisi (Khan Younis), Isa an Nasyar (Rafah), Shalah Syahadah (utara), semua telah Syahid.
Sedikit perbedaan antara Jihad Islam dan Hamas, Jihad Islam tak ikut Pemilu, sedangkan Hamas pernah meraih suara mayoritas warga Palestina tahun 1997, meski kemudian kemenangan itu digagalkan Amerika dan Israel, ujungnya kekuasaan dan pemerintah diberikan kepada kelompok Fatah, yang sekuler dan menjadi pemerintah ‘bayangan’ AS dan penjajah Israel.
Ath-Thaifah al-Manshurah adalah sedikit dari kelompok yang dipilih oleh Allah dibandingkan dengan jumlah kaum muslimin yang besar. Mereka adalah kelompok yang tidak takut dengan celaan atau cap apapun, tak bersedih dan berputus asa dengan tekanan, selain hanya berharap kemenangan pada Allah Subhanahu Wata’ala.
Imam an-Nawawi dalam Syarah Shahih Muslim menerangkan mereka memiliki latar belakang yang berbeda-beda. Ada berjuang lewat medan perang, fuqaha, ahlul ilmi, ahli zuhud, penegak amar ma’ruf nahi munkar, atau pelaku-pelaku kebaikan lain. Bisa saja mereka berada di dalam satu wilayah atau menyebar di berbagai penjuru dunia.
Dari al-Mughirah bin Syu’bah radhiallahu ‘anhu, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda, Allah memberi kemenangan pada kelompok-kelompok kecil.
لا يَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِي ظَاهِرِينَ، حَتَّى يَأْتِيَهُمْ أَمْرُ ا وَهُمْ ظَاهِرُونَ
“Pasti akan selalu ada sekelompok orang dari umatku yang senantiasa meraih kemenangan, sampai ketetapan dari Allah ‘azza wa jalla datang menghampiri mereka. Dan mereka pun tetap di atas kemenangannya.” (HR Bukhari).
Salah satu tempat di Palestina (bagian Bumi Syam), Kota Asqalan, dijelaskan nabi sebagai tempat sebaik-baiknya ribath, berjaga di medan perang menghadapi musuh kaum kafir. Dalam al-Mu’jamul Kabir Ath-Thabrani meriwayatkan, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَوَّلُ هَذَا الْاَمْرِ نُبُوَّةٌ وَ رَحْمَةٌ ثُمَّ يَكُوْنُ خِلَافَةٌ ثُمَّ يَكُوْنُ مُلْكاً وَرَحْمَةٌ ثُمَّ يَتَكَادَمُونَ عَلَيْهِ َتكَادُمُ الْحُمُرِ. فَعَلَيْكُمْ بِالْجِهَادِ, وَإِنَّ أَفْضَلَ جِهَادِكُمْ الرِّبَاطُ, وَإِنَّ أَفْضَلَ رِِبَاطكُمْ عَسْقَلَانُ
“Permulaan dari perkara ini (Islam) adalah kenabian dan rahmat. Berikutnya tegaknya khilafah dan rahmat. Selanjutnya muncul kerajaan dan rahmat. Kemudian, orang-orang memperebutkannya, seperti kuda-kuda yang berebut. Maka, kewajiban kalian untuk berjihad. Sesungguhnya sebaik-baik jihad adalah ribath. Sebaik-baik tempat ribath adalah Asqalan.” [Ash Shahihah, 3270].
Asqalan yang telah dikenal sejak dahulu menempati di bibir pantai sebagai pusat perdagangan. Palestina tidak pernah ditaklukkan, kecuali diawali dengan penaklukkan Kota Asqalan.
Asqalan sudah dikuasai Islam sejak zaman Khalifah Umar bin Khattab r.a. dan terus dikuasai di masa Dinasti Umayyah dan Abbasiyah. Banyak ulama lahir di sini, salah satunya pengarang kitab Fathul Bari yang merupakan syarah kitab Shahih Bukhari yakni Ibnu Hajar al-Asqalani. Pada masa Islam, kota ini masuk wilayah Palestina bersama al Quds, Nablus, Yafa, dan Gaza. Kini, kota ini di bawah cengkraman Zionis-Israel, diganti namanya menjadi nama Israel, Askhelon.
Apakah Hamas masuk dalam kategori “thaifah manshurah” yang dalam hadits pembahasan tadi berada jalur yang ‘haq’, tak takut pada musuh, terus berjuang di medan laga, menegakkan perintah Allah dan pada akhirnya akan mendapat kemenangan? Biarlah sejarah akan menjawabnya.
Yang jelas, jika yang dibawa adalah benar-benar “al-Haq”, maka kebatilan akan ‘zahuqa’ lenyap, demikian janji Al-Quran Surat Al-Isra [17]: 81).
Setidaknya, sampai hari ini, siapapun faksi pejuang di Palestina, mereka merupakan representasi keterwakilan yang menjaga izzah (kehormatan) umat Islam seluruh dunia, terutama ketika Baitul Maqdis dan Masjid Al Aqsha dalam keadaan terjajah. Tanpa perjuangan mereka, boleh jadi sudah tidak ada lagi kehormatan umat Islam atas semua kejahatan musuh, terutama Zionis Israel.
Sebagai penutup, petikan pidato Ismail Haniyah dalam Milad Hamas ke 30, hari Kamis (14/12/2017) secara tegas mengatakan, “Pada hari jadi HAMAS (yang ke-30 maka) ruh, darah, keluarga, anak lelaki, dan rumah kita akan kita jadikan tebusan untuk Al-Aqsha. Tidak pernah ada namanya Negara Israel yang memiliki Ibu Kota bernama Jerusalem (Baitul Maqdis). Kami tidak akan membiarkan begitu saja perjanjian (Trump) walau nyawa taruhannya. Kami tidak akan pernah mengakui Israel. Di bumi Al-Quds, berjuta-juta syuhada telah gugur (berjuang membebaskan Masidil Al-Aqsha).” Semoga Allah segera membebaskan Baitul Maqdis dan Masjidil Aqsha, agar futuhat (kebebasan) berbagai kota dan wilayah di mana umat Islam terus tertindas dan teraniaya semakin terbuka.
Bagaimanapun, Baitul Maqdis, adalah kunci dan ukuran kemenangan umat Islam. Sejarah mencatat, ketika Baitul Maqdis dibebaskan Umar ibnu Khattab pada tahun 16 Hijriyah, setelah itu, tentara Islam mampu menaklukkan sebagian besar Negeri Syam dan negeri-negeri Muslim lain di berbagai wilayah aman tanpa gangguan. Wallahu a’lam.*/Mahmud Budi Setiawan