Oleh: Alim Puspianto
Hidayatullah.com | ADANYA virus corona menyadarkan betapa lemah dan tak berdaya manusia. Semua masyarakat dihantui sebuah ketakutan dan kecemasan akan keselamatan dan kelangsungan hidupnya. Apalagi billa melihat data korban yang semakin hari, semakin banyak berjatuhan.
Kondisi ini membuat seluruh negara di dunia beramai ramai membuat kebijakan terbaik dalam rangka menyelamatkan rakyatnya dari virus yang mematikan tersebut. Disini kita bisa melihat bahwa masyarakat dunia sedang dilanda kecemasan dan ketakutan global.
Gencarnya pemberitaan tentang virus corona di media juga ikut menambah buruk kondisi yang ada. Memunculkan imajinasi ketakutan yang berlebih di semua lapisan masyarakat. Baik itu perkotaan, maupun pedesaan, hatta pedalaman sekalipun, yang boleh jadi masih belum terpapar.
Menyikapi fenomena ketakutan yang semakin hari semakin mencekam ini, menuntut kaum muslimin untuk lebih aktif untuk memberikan aksi nyata. Salah satunya adalah menggalakkan dakwah.
Mengapa dakwah? Karena jaalur inilah satu-satunya yang mampu merubah apa yang disebut dengan way of thinking (pola pikir), way of feeling (pola rasa), lebih jauh adalah way of life (pola hidup) masyarakat ditengah wabah.
Seperti firman Allah; “Dan orang yang beriman itu berkata, “Wahai kaumku! Ikutilah aku, aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang benar.” (QS. Gafir: 38)
Di sisi lain. ketakuatan ini juga berrpotensi mendorong manusia untuk bertobat dan meninggalkan perbuatan dosa, baik dosa besar maupun dosa kecil. Kemudian manusia juga bisa lebih giat dalam beribadah dan beramal saleh sebagai bekal untuk kebaikannya di akhirat kelak.
Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dun-ya dengan sanad dari Anas bin Malik, Rasulullah SAW bersabda: “Perbanyaklah mengingat kematian, sebab ia mampu membersihkan dosa-dosa, dan menjauhkan diri dari kesenangan duniawi”.
Kalau sebelumnya kita disibukkan dengan kerja kerja yang berorientasi duniawi semata, dengan kondisi pandemi ini mampu menyadarkan kita akan kehidupan akhirat. Seketika kita akan ingat tentang hakekat sebuah kehidupan bahwa setiap yang bernyawa pasti akan mati. Sebagaimana firmannya,
كُلُّ نَفْسٍ ذَائِقَةُ الْمَوْتِ
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS. Ali Imran: 185)
Di sinilah letak duduk penting kaum muslimin untuk benar-benar mengambil peran. Khususnya dalam konteks inilah memberi pencerahan umat dengan syira-syiar dakwah yang dilakukan.
Dakwah Media
Setelah melihat peluang dakwah, pertanyaan yang muncul adalah dakwah seperti apa yang cocok atau sesuai di tengah wabah seperti ini?
Tentu saja bukan dakwah biasa, karena sebagaimana kita tahu bahwa sudah ada kebijakan dan himbauan dari pemerintah untuk menerapkan sosial distancing, physical distancing dan terakhir Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di banyak wilayah. Efeknya tidak sedikit masjid dan segala aktivitas keagamaan lainnya “diliburkan” sementara. Kondisi ini nyaris membuat masjid, mushola dan mimbar mimbar dakwah menjadi “mati suri” karena ditinggalkan jama’ahnya.
Kondisi ini menuntut para da’i untuk mengemas pesan pesan dakwahnya lewat media, baik media massa, media sosial (Medsos), maupun media online lainnya. Walaupun tidak mudah tapi itulah strategi dakwah paling efektif di masa wabah seperti sekarang ini.
Meski tidak semua da’i mampu melakukannya tapi harus ada sebagian da’i yang fokus menggarap “dakwah media” ini. Terkhusus para da’i muda yang kreatif dan “melek media”. Sesuai dengan firmanNya dalam Al-Qur’an Surat Ali- Imran ayat 104:
وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۚ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
” Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.”
Keaktifan para dai dalam melakukan dakwah media, sekaligus membuktikan bahwa bahwa agama Islam itu memang cocok untuk semua zaman. Ia mengakomudir segala ienis pembaharuan, termasuk dalam ini perkembangan tekhnologi dan informasi. Dengan catatan, tidak melabrak hukum-hukum syar’i, yang telah ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.
Sebetulnya pemanfaatan media dakwah bukan merupakan hal baru bagi seorang da’i. Akan tetapi dengan adanya pandemi ini seakan menjadikannya sebuah keharusan yang tidak bisa ditawar lagi.
Tak hanya muslim, agama lainpun turut mengambil kesempatan dalam momen ini. Beberapa waktu lalu (13/4/2020) kita dikejutkan oleh program mimbar katolik yang ditayangkan pada saat jeda siaran pembelajaran siswa di stasiun TVRI.
Hal ini menjadi catatan bahwa efek dakwah lewat media sangat luar biasa. Karena pesan yang sudah disampaikan tidak bisa ditarik ulang, ibarat peluru yang tepat mengenai sasarannya. Dakwah lewat media juga mampu menyasar siapa saja, mulai dari anak anak sampai dewasa. Bahkan yang berlainan agamapun bisa ikut tersentuh juga. Faktanya mereka sudah mengatur strategi dan mengeksekusinya.*
Pengurus Pemuda Hidayatullah Jawa Timur, dan Dosen Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) STAIL Surabaya