Oleh: Syamsul Alam Jaga
DUNIA remaja kembali tercoreng setelah tertangkapnya remaja 15 tahun pada Jumat 25 Maret 2016 lalu oleh tim Opsnal Satuan Reserse Narkoba Polresta Pekanbaru.
Dari lokasi, remaja itu bersama tiga pengedar lainnya tertangkap basah.
Padanya, petugas menyita 3.000 paket sabu berbagai ukuran yang telah siap diedarkan.
Menurut Kepala Satuan Reserse Narkoba Kompol Iwan Lesmana Riza, lokasi tersebut sudah lama menjadi target operasi, setelah melakukan penyelidikan, petugas menggerebek sebuah rumah dan mendapati beberapa orang tengah memaketkan sabu termasuk remaja tersebut.
Penggunaan serta pengedaran obat terlarang Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (Napza) pada kalangan remaja atau putra bangsa ini telah sampai pada level akut.
Sedemikian akutnya, presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah turut bersuara, bahwa Indonesia saat ini tengah berada dalam situasi darurat Narkoba.
Menurutnya, sebagaimana dilansir ucanews.com, hampir 50 orang mati setiap harinya karena narkoba.
Upaya Pemerintah dalam melindungi generasi bangsa sebenarnya sudah ada, dengan diterbitkannya UU Perlindungan Anak nomor 23 tahun 2002 dalam pasal 20 sudah menyatakan bahwa Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Namun hasilnya masih jauh dari harapan.
Peran Orang Tua
Data yang pernah dirilis BNNK turut menjadi renungan bagi kita selaku orang tua, bahwa faktor penyebab utama remaja terjerumus pada benda haram itu dilatar belakangi tiga faktor, pertama Broken Home, kedua, lingkungan rusak, dan ketiga salah pergaulan.
Faktor terbesar terjadinya penyimpanagan pada remaja adalah rumah tangga yang berantakan.
Terjadinya perceraian orang tua membuat sang anak melarikan diri mencari tempat atau suasana yang dianggap tenang dan nyaman. Rumah yang sejatinya tempat mendapatkan ketenangan dan kenyamanan justru menjadi momok menakutkan bagi perkembagan psikologis anak.
Faktor kedua adalah lingkungan yang rusak. Anak yang tidak mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari orang tuanya, kemudian mendapatkan lingkungan yang rusak maka semakin memperbesar peluang masuknya hal-hal buruk, termasuk pil narkoba.
Perlu dicatat, kondisi remaja yang masih terbilang labil masih bergantung pada lingkungan dimana dia berada.
Faktor ketiga adalah salah pergaulan. Kondisi rumah yang sudah tidak memberikan ketenangan, serta lingkungan yang tidak kondusif mengakibatkan anak menjadi liar.
Dalam pencarian ketenangan itulah sebagian besar dari anak-anak kita mendapakan kesalahan dalam pergaulan. Hasilnya sudah dapat ditebak, disitulah anak-anak kita menjadi remaja berlumbung dosa dan maksiat. Free seks, rokok, minuman beralkohol serta narkoba menjadi tumpuan keseharian mendapatkan ‘ketenangan’.
Islam Memandang Narkoba
Islam melarang setiap orang memberikan dampak buruk bagi dirinya, seperti yang disabdakan Rasulullah saw, dari Ibnu Abbas, “Tidak boleh memberikan dampak bahaya, tidak boleh memberikan dampak bahaya.” (HR. Ibnu Majah).
Narkoba menurut pandangan para ulama adalah jenis barang yang memberikan dampak buruk bagi diri, baik secara fisik maupun psikis, oleh karenanya haram mengkonsumsinya kecuali dalam keadaan darurat.
Narkoba adalah jenis barang yang mengantarkan pemakainya menyebabkan hilangnya fungsi akal, sementara di dalam Islam, akal termasuk dari kelima unsur yang harus dijaga, sebagaimana halnya agama, jiwa, kehormatan dan harta.
Hilangnya fungsi akal diawali dengan mabuk, sedangkan Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam melarang umatnya untuk mengkonsumsi makanan atau minuman yang memabukkan, begitupun dengan makanan dan minuman yang membuat anggota tubuh lemah, hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah saw yang diriwayatkan oleh Abu Daud, “Rasulullah saw melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)”.
Tidak dapat diragukan lagi, narkoba adalah penghancur generasi, penopang agama dan bangsa, anak-anak yang kita harapkan doanya setelah kita tiada.
Pengguna narkoba dapat diibaratkan seperti orang pandir atau bodoh. Mengapa demikian, karena mereka tidak menggunakan akalnya, mereka tidak mempertimbangkan kebaikan dan keburukan atas apa yang dilakukannya.
Padahal Rasulullah saw menganjurkan agar meninggalkan segala perkara yang tidak berguna, sebagaimana yang diriwayatkan Imam Tirmidzi, “Termasuk tanda kebaikan Islam seseorang bisa meninggalkan sesuatu yang tidak berguna”. Wallahu A’lam Bisshowab.*
Penulis seorang pengajar, tinggal di Surabaya