Oleh: Mustabsyirah Syammar
BELAKANGAN, pertanyaan semacam itu muncul sejalan dengan Intifada jilid III atau Intifada Al-Quds yang kembali melanda seluruh wilayah Palestina.
Berbagai kisah heroik Muslimah Palestina dalam Intifada III seolah menjadi penegas bahwa para mujahidah (Muslimah pejuang) tersebut memang “berbeda” dengan wanita Muslimah lainnya.
Mulai dari sekedar membantu mengumpul batu-batu untuk melempari tentara penjajah hingga ikut berdemo dan merangsek maju melawan mereka.
Salah satunya adalah kisah Hadil Hashlamon, gadis Palestina (18 tahun) yang gugur setelah ditembak oleh tentara Yahudi. Alasannya sederhana, “hanya” karena ia tidak mau melepas hijabnya di hadapan tentara-tentara penjajah tersebut. Hasilnya, tentara Yahudi lalu dengan biadab memuntahkan peluru tajam ke tubuh Hadil Hashlamon. [Baca [Berita Foto] Enggan Lepas Cadar, Zionis Tembak Mati Gadis Palestina]
Peristiwa tersebut segera menyebar melalui berbagai media. Sebuah pelajaran bagi seluruh umat Islam tentang keteguhan memegang prinsip dan kehormatan bagi seorang Muslimah. Sebab tak sedikit wanita Muslimah saat ini menjadikan hijab hanya sebagai mode dan hiasan belaka.
Ketika Muslimah Palestina berani membiarkan tubuhnya jadi amukan timah panas tentara Yahudi demi kehormatan aurat Muslimah, di saat yang sama para Muslimah yang lain sedang asyik berburu busana jilbab yang lagi nge-trend menurut mereka.
Beberapa pelajar berjilbab kita bahkan tak segan-segan melepas jilbabnya dalam pesta corat-coret kelusan sekolah.
Sepatutnya sejak awal para Muslimah menyadari apa tujuan mereka berhijab. Bahwa ia buka sekedar agar kian terlihat cantik dan menawan, apalagi hijab diniatkan sebagai hiasan.
Meski tentu saja, tak salah jika wanita Muslimah justru kian anggun dengan busana Muslimah yang dikenakannya. Berhijab adalah sebagai bentuk penjagaan terhadap perhiasan yang kita miliki.
Perhiasan di sini bukan berarti emas, berlian, atau semacamnya. Namun perhiasan bagi Muslimah adalah dirinya sendiri, aurat, serta kehormatan yang tak boleh terlihat bagi laki-laki bukan mahram.
Atas kehendak Allah, wanita dicipta dengan segala keindahan yang dimilikinya. Tanpa diberi hiasan sekalipun, ia sudah tampak indah dan menarik. Olehnya, syariat mewajibkan hijab dan menjaga pergaulan agar para wanita terhindar dari berbagai gangguan yang ada. AllahSubhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ قُل لِّأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاء الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِن جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَن يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ وَكَانَ اللَّهُ غَفُوراً رَّحِيماً
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Surah al-Ahzab [33]: 59).
Kini Hadil Hashlamon telah kembali ke pangkuan Rabbnya. Dengan senyumnya, Hadil menitip sebuah risalah penting kepada seluruh wanita Muslimah, agar membenahi kembali niat berhijab dalam menyempurnakan izzah (kemuliaan) Muslimah sejati.
Hari ini, umat Islam tak hanya berhadapan senjata dengan musuh-musuh agama. Tapi juga sedang berperang adu pemikiran dan budaya, yang nota-bene semuanya adalah produk by design Barat dan Yahudi.
Di Palestina, wanita Muslimah harus berhadapan dengan ancaman todongan senjata tentara Yahudi.
Sedang di luar Palestina, wanita Muslimah harus menyadari ghazwul fikr (perang pemikiran) dengan gencarnya tekanan, penjajahan, menodaan kehormatan Islam, tetapi tetap memiliki izzah, bahkan mewakili para Muslimah seluruh dunia, untuk tidak tunduk di bawah tekanan penjajah Zionis.
Mereka setia ‘memegang’ Al-Quran, meyakini janji-janji Allah akan kemenangan Islam di Bumi Palestina dan Masjidil Aqsha. Pelan tapi pasti, terus mempertahankan akidah, termasuk di dalamnya urusan berhijab dan menutup aurat.
Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam (Saw) mengingatkan:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَتَتَّبِعُنَّ سُنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا فِي جُحْرِ ضَبٍّ
لَاتَّبَعْتُمُوهُمْ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ آلْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ
“Sungguh kalian akan mengikuti jejak umat-umat sebelum kalian. Sejengkal demi sejengkal, sehingga kalau mereka masuk ke dalam lubang biawak, niscaya kalianpun akan masuk ke dalamnya. Mereka (para sahabat) bertanya: Wahai Rasulullah, apakah kaum Yahudi dan Nasrani? Nabi menjawab: Siapa lagi? (HR Riwayat al-Bukhari dan Muslim).
Olehnya tak ada jalan lain kecuali dengan membina terus keimanan diri dengan ilmu dan amal shaleh. Sebab keimanan tersebut bisa bertahan atau meningkat dengan istiqamah meniti ketaatan di jalan Allah.
Rasulullah bersabda, “Dunia ini adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita shalihah.” (Riwayat Muslim).
Ia disebut wanita shalehah karena ia mampu menyejukkan pandangan orang-orang di sekitarnya. Tentu bukan dengan kesombongan atau tingkah laku yang menggoda orang lain. Tapi dengan ilmu dan perilaku yang berhias adab dan akhlak mulia.
Pejuang Muslimah
Dalam sejarah telah tercatat kiprah Muslimah yang sholihah dalam perjuangan Islam. Mereka adalah Ibunda Siti Aminah, Ibu Rasulullah. Ibunda Khadijah, pengusaha kaya yang hartanya digunakan untuk berjuang dan setia mendampingi Nabi di masa-masa sulit. Ibunda Aisyah, istri Rasulullah, selalu mendampingi Nabi dan berjasa mengumpulkan hadits.
Ummahatul Mu`minin Aisyah bintu Abi Bakr Ash Shiddiq merupakan wanita yang paling utama dan paling memahami perkara agama. Imam As Suyuthi menyebut, jumlah hadits yang diriwayatkan oleh Aisyah dari Rasulullah sebanyak 2210 hadits.
Hisyam bin Urwah pernah berkata: “Pada zamannya tidak ada orang yang menandingi Aisyah dalam tiga bidang ilmu yaitu: ilmu fiqh, ilmu pengobatan dan ilmu syair”.
Ummu Salamah. Selain setia mendampingi Rasulullah beliau ikut terlibat dalam peperangan seperti, Fath al Makkah (pembebasan Mekah), Thaif, Lahwazan, Tsaqif, dll. Dia dikenal sangat tajam analisanya sering dan memberikan advokasi dalam berbagai strategi perjuangan Islam.
Juga Fatimah putri Rasulullah. Putri bungsu Ibunda Khadijah ini ia mewarisi kecerdasan, sikap dan keberanian orangtuanya yang sangat luar biasa. Dalam beberapa peperangan, beliau terlibat sebagai tabib. Dalam beberapa riwayat disebutkan Fatimah sangat mirip dengan Rasul, tentang hal ini Ali berkata; “Saya belum pernah melihat seorang ketika bertutur kata paling mirip dengan Rasul selain Fatimah”.
Ribuan para Muslimah kita ikut andil memperjuangkan Islam. Nama-nama mereka akan terus dikenang dan menjadi pelajaran banyak orang, khususnya umat Islam.
Jangankan terhadap Bunda Khadijah, ‘Aisyah, Ummu Salamah atau Bunda Fatimah, bahkan dengan Hadil Hashlamon, gadis Palestina yang gugur ditembak Zionis karena tak mau melepas cadarnya saja kita mungkin tak mampu.
Setidaknya, kita bisa menyiapkan anak-anak generasi kita di masa depan, agar tahu siapa musuh sesungguhnya, teguh memegang akidah, lisan dan hatinya tak pernah jauh dari Al-Quran, semoga dengan itu Allah Subhanahu Wata’ala lahirkan generari-generasi baru sekelas Syalahuddin Al Ayyubi atau Sultan Muhammad Al Fatih untuk mengembalikan wibawa umat dan kemenangan Islam semakin dekat, InsyaAllah.*
Penulis mahasiswi Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda