Oleh: Bayu Prasetyo
Hidayatullah.com | PARTAI UMMAT– Suasana muram membuka film pendek “Harapan Ummat“ berdurasi 12 menit yang diproduksi oleh FAS Productions. Adegan dimulai dengan pendiri Partai Ummat Amien Rais membuka gerbang rumah yang lebar pada malam hari.
Warna temaram menimbulkan kesan sendu dan kelabu. Warna hitam pekat ada di mana-mana. Penerangan sekadarnya hanya berasal dari sepuluh obor, lima di kiri dan lima di kanan, yang mengapit jalan di halaman rumah.
Dramatis! Film ini secara sinematografis mampu mendapatkan wow effect hanya dalam hitungan 15 detik. Semiotika warna hitam ini baru bisa dipahami bila mengikuti adegan berikut.
Amien Rais, tokoh reformasi, dialah generalissimo perubahan Indonesia. Dia baru saja pulang malam hari dan memasuki halaman rumahnya. Dengan langkah yang jauh berbeda 21 tahun sebelumnya ketika dia dengan gagah memimpin reformasi.
Dalam usia di atas 70 tahun, langkah Amien Rais menunjukkan kematangan dan kebijaksanaan seorang guru bangsa. Usia tak memudarkan semangatnya, namun semakin meneguhkan prinsip yang selama ini dia diperjuangkan.
Setelah sampai di dalam kamar kerja, Amien Rais mulai menulis mukaddimah pendirian Partai Ummat dengan tulisan tangan pada sebuah buku tulis. Mukaddimah ini adalah respon terhadap keadaan bangsa sekarang ini yang memang sedang berduka akibat banyaknya kezaliman.
Demonstrasi melawan Omnibus Law yang tidak berpihak kepada rakyat menimbulkan banyak korban. Pada sebuah upacara melayat akibat kematian seorang anggota keluarga yang miskin, Amien Rais tampak hadir memberikan penghiburan.
Dalam perjalanan pulang menumpangi becak setelah melayat, Amien Rais melihat truk pengangkut bertuliskan “beras import bersih dan wangi“ yang disertai aksara Cina, padahal berita menyebutkan stok beras masih banyak menumpuk di gudang Bulog. Realitas ini tampak absurd, tapi itulah yang dilihat secara kasat mata oleh sang tokoh reformasi.
Tak lama setelah itu Amien Rais menemukan map lamaran kerja di pinggir jalan milik seorang pencari kerja berwajah Papua. Map ini sebelumnya dibanting oleh pemiliknya karena gagal mendapatkan pekerjaan yang diharapkan.
Pengangguran di mana-mana. Rakyat ingin bekerja untuk menyambung hidup, namun harapan ini kandas karena pertumbuhan ekonomi yang rendah tidak memungkinkannya terjadi.
Setelah menemukan alamat, Amien Rais mengembalikan benda yang dia temukan di pinggir jalan tadi kepada si pemilik yang sedang berada di sebuah warung bersama seorang pengamen “manusia silver“ dan seorang anggota masyarakat kelas bawah lainnya.
Manusia-manusia yang ditemui Amien Rais dalam kehidupan sehari-hari yang berjuang hanya untuk sekadar menyambung hidup adalah mereka yang disebut dalam kajian poskolonial sebagai kelompok subaltern, yaitu mereka yang bahkan suara pun tidak punya.
Kepada merekalah Amien Rais berbicara dengan penuh empati. Amien Rais berusaha memahami setiap penderitaan yang tak terperikan, potret riil yang tersaji di depan mata.
Adegan demi adegan pada menit-menit awal yang penuh kesenduan dan penderitaan dalam film pendek ini mengingatkan kita akan film noir (film hitam) yang muncul di Amerika Serikat ketika Depresi Besar (great depression) ekonomi melanda negeri itu pada sekitar 1930-an.
Kata noir berasal dari Bahasa Perancis yang berarti hitam. Disebut film hitam karena estetika film didominasi oleh warna kelam dan gelap. Namun tidak cuma itu, secara isi, film hitam juga membahas tema tentang kesedihan, kejahatan, kegagalan, dan tema-tema kelam lainnya.
Kritikus film mengaitkan tema kelam dan hitam tersebut dengan keadaan masyarakat Amerika yang memang dalam keadaan menderita akibat krisis ekonomi. Karya film noir dianggap cerminan masyarakat pada waktu itu.
Namun film “Harapan Ummat“ bukanlah film noir. Bila film noir berhenti pada deskripsi tentang kesenduan, maka film “Harapan Ummat“ melampaui itu. Film “Harapan Ummat“ memberikan jalan keluar dari kepungan suasana hitam.
Film “Harapan Ummat“ mengajak anak bangsa untuk keluar dari kegelapan menuju cahaya atau min azzulumaati ila annuur seperti tercantum dalam kitab suci al-Qur’an. Film ini mengajak kita untuk kembali kepada al-Qur’an dan menaati perintahNya.
Apakah isi perintah itu? “Pertama, melakukan al amru bil ma’ruf dan annahyu anil munkar, yakni memerintahkan tegaknya kebajikan dan memberantas keburukan. Yang kedua, menjalankan al amru bil adli dan annahyu aniz zulmi, yakni menegakkan keadilan dan memberantas kezaliman.”
Kutipan di atas adalah mukaddimah yang menjadi pondasi berdirinya Partai Ummat. Raison d’être mengapa para pendiri mengajak semua lapisan masyarakat berkumpul dalam suatu parsyarikatan berbentuk partai.
Lanjut mukaddimah itu, “Yang pertama lebih bergerak pada tataran personal, familial dan komunal, maka yang kedua bergerak lebih pada tataran nasional dan berkaitan dengan masalah kekuasaan.“
Amien Rais lewat Partai Ummat memanggil semua anak bangsa untuk berjuang mengubah keadaan kelam ini. Partai Ummat adalah partai milik semua orang yang mengidamkan tegaknya kebenaran dan keadilan serta sirnanya kezaliman.
Panggilan ini begitu merasuk ke dalam kalbu sehingga disambut sepenuh hati oleh kaum subaltern, lalu mendeklarasikan berdirinya Partai Ummat di pinggir laut yang penuh deburan ombak.
Mereka adalah keluarga gadis kecil berjilbab putih yang baru saja ditinggal mati oleh seorang anggota keluarga, pencari kerja berwajah Papua yang putus asa, tukang becak, pengamen “manusia silver“, pengamen badut di perapatan jalan yang datang dengan badutnya menggunakan becak, dan manusia kelas bawah lainnya.
Ketika deklarasi di pinggir laut ini direkam dan diunggah ke internet, maka dosen, mahasiswa, satpam, ibu-ibu yang sedang bekerja di dapur, dan semua lapisan masyarakat menemukan kesamaan harapan dengan mereka yang berada di tempat deklarasi.
Ya, harapan. Harapan akan perubahan.
Secara estetika dan isi, film “Harapan Ummat“ mendapatkan banyak pujian. Artis Neno Warisman yang bergelut dalam dunia film mengaku sampai menangis menonton film pendek ini.
Rektor Universitas Ibnu Chaldun Musni Umar memberikan pujian. “Ada film pendek tentang Partai Ummat, saya sudah tonton. Hebat. Tulisan saya bertajuk ‘Partai Ummat: Partai Harapan Rakyat Indonesia‘ ribuan yang like,” tulis Musni di Twitter, 2 Mei.
Yuk bantu dakwah media BCA 1280720000 a.n. Yayasan Baitul Maal Hidayatullah (BMH). Kunjungi https://dakwah.media/
Pada kolom komentar akun Amien Rais Official di Youtube, tempat film ini diunggah, banyak penonton mengaku menangis setelah menonton karena isi film begitu menyentuh yang memang menjadi realitas masyarakat saat ini.
Emosi penonton diaduk-aduk dengan realitas keras yang tak terbantahkan. Produser sekaligus sutradara Fahmy Arsyad Said mampu menangkap setiap detail sekelilingnya lalu menyajikannya menjadi karya sinematografi berkualitas tinggi.
Dalam tiga hari film ini sudah ditonton oleh hampir 20 ribu penonton dari berbagai latar belakang demografi dan psikografi. Kiranya pilihan Ridho Rahmadi, yang menjadi sumber kreatif film ini, tak salah.
Ridho Rahmadi, yang kini sudah terpilih menjadi Ketua Umum Partai Ummat, mengenal betul medium yang tepat untuk berkomunikasi dengan publik, khususnya kaum milenial yang seusia dengan dirinya.
Lokasi syuting di daerah Pakem, Sleman, Yogyakarta dan daerah Karang Bolong, Pacitan, Jawa Timur memang membuat film ini layak dikategorikan sebagai karya sinematografi dengan pendekatan natural yang menonjolkan keindahan alam.
Sutradara sekaligus penulis skenario Fahmy Arsyad Said sangat jeli menggunakan semiotika yang memang menjadi bahasa sinematografi. Salah satu momen paling dramatis adalah ketika Amien Rais berjalan sendiri, ya sendiri, di atas jembatan panjang yang gambarnya diambil long shot.
Amien Rais tampak kecil berjalan sendiri di kesunyian jembatan panjang itu dalam perjalanan menuju tempat deklarasi. Namun itulah Amien Rais, sang generalissimo reformasi. Berjalan sendirian pun dia tidak pernah takut karena dia hanya takut kepada Allah swt.
Tafsir dari adegan ini bisa bermacam-macam. Namun biarlah penonton melakukannya masing-masing.
Yang jelas, keberanian Amien Rais telah menular ke semua penonton untuk melawan kezaliman dan menegakkan keadilan. Yang jelas, ini bukan film mengenai kekelaman, kesenduan, atau kegelapan, tetapi film yang mengajak penonton menuju cahaya.
“Alhasil, ini bukan film noir, tapi film abyad,“ peneliti media Buni Yani berkomentar. “Dalam Bahasa Arab, kata abyad adalah isim atau kata benda yang berarti putih. Kata ini terdapat di dalam al-Qur’an. Ya, film ‘Harapan Ummat‘ adalah film putih yang mengajak kita hijrah dari kegelapan menuju cahaya.“ *