Sambungan artikel PERTAMA
Oleh: Achmad Reza Hutama Al-Faruqi
Islamisasi Sains modern merupakan proses integrasi antara sains dan agama, dalam hal ini adalah agama Islam.
Dalam definisinya, Syed Mohammad Naquib al-Attas menjelaskan bahwa Islamisasi adalah pembebasan manusia dari tradisi magismuitologis, animistis, kulturnasional (yang bertentangan dengan Islam) dan dari belenggu paham sekularisme terhadap pemikiran dan bahasa. Ia juga merupakan pembebasan dari kontrol dorongan fisiknya yang cenderung sekuler dan tidak adil terhadap hakikat diri atau jiwanya, sebab manusia dalam wujud fisiknya cenderung lupa terhadap hakikat dirinya yang sebenarnya, menjadi bodoh akan tujuan yang sebenarnya dan berbuat baik adil terhadapnya. (Lihat SM. Al-Attas, Islam and Secularism)
Said Nursi juga mendifinisakan bahwa kebanyakan manusia terjatuh dalam kegelapan karena tidak memikirkan akhirat, tidak mempunya iIman pada Allah dan Sangat cinta terhadap dunia,dan tidak bisa membatasi kebebasan dalam dirinya sendiri. (Lihat Badiuzzaman Said Nursi, al-Kalimat).
Proses ini kemudian berjalan dalam dua proses, yaitu pembebasan sains dari makna, tafsiran, ideologi, dan prinsip-prinsip meterialis mesekuler (ateis) yang dibarengi dengan penanaman nilai-nilai dan prinsip ketuhanan yang sesuai dengan ajaran Islam.
Pada definisi lain, seperti Ismail Raji al-Faruqi menjelaskan bahwa Islamisasi Sains adalah upaya mengislamkan disiplin-disiplin ilmu modern dalam wawasan Islam.
Dengan kata lain, al-Faruqi ingin agar para cedekiawan Islam meletakkan upaya integrasi pengetahuan-pengetahuan modern kedalam keutuhan warisan Islam dengan melakukan eliminasi, perubahan, penafsiran kembali, dan penyesuaian terhadap komponen-komponennya sebagai wordlview Islam serta menetapkan nilai-nilainya.
Pada tataran praktisnya, upaya islamisasi sains ini mesti dibuktikan dengan menghasilkan buku-buku pegangan di perguruan tinggi dan sekolah-sekolah dengan menuangkan kembali disiplin ilmu modern wawasan Islam. (Lihat Ismail Raji al-Faruqi, Islamisasi Pengetahuan)
Dari berbagai ilmuwan tersebut mencoba untuk menghadirkan solusi yang tepat terhadap permasalahan yang terjadi dalam dunia sains, filsafat yang telah mengalami perubahan akibat persentuhannya dengan nilai-nilai yang dianggap bertentangan dengan nilai Islam.
Konsep ilmu dalam Islam sangatlah berbeda dengan konsep ilmu Barat.Obyek ilmu dalam Islam tidak hanya bersifat empirik, tapi juga yang metafisik.
Sumber ilmu dalam Islam juga mempunyai signifikan dengan epistemologi Barat, kalau Barat hanya mengakui indera dan rasio, maka dalam pandangan Muslim, ilmu datang dari Tuhan dapat diperoleh melalui: Panca Indera, khabar shadiq, dan intuisi. Hasil dari keilmuannya juga lain.
Ilmu dalam Islam bisa mengantarkan kepada kebenaran mutlak, sedangkan Barat hasil dari pada ilmu adalah relative. Dari tradisi keilmuan Barat inilah lahir sekularisme, rasionalisme, empirisme, caraberfikir dikotomis, desakralisasi, pragmatism, penafikan kebenaranmetafisis (agama), nasionalisme, kapitalisme, humanisme, liberalisme, dan sejenisnya.
Apalagi ketika muncul postmodernisme yang memaksakan seseorang kepada paham-paham baru seperti nihilisme, relativisme, pluralisme, dan persamaan gender yang umumnya anti worldview.
Oleh karena itu, hendaknya seorang muslim berpegang teguh kepada tradisi keilmuan Islam dan tidak silau dengan tradisi keilmuan Barat walaupun secara dzahir terlihat lebih menarik. Wallahu A’lam.*
Penulis mahasiswa Pascasarjana UNIDA Gontor