Hidayatullah.com–Indonesia dengan kekayaan alamnya mempunyai potensi yang besar untuk mengolah renewable energy (energy terbarukan). Terlebih kekayaan alam Indonesia sangat cocok diterapkan green economy (ekonomi kehijauan). Contohnya seperti solar.
Hal ini diungkapkan oleh Prof. Dr. Mohammad Rusydi, Deputi Direktur Australian Centre for Islamic Financial Studies (ACIFS) yang bermarkas di Brisbane, Australia saat acara “Seminar Internasional tentang Green Economy” di Auditorium Baharuddin Lopa lantai empat, Rabu siang (10/10/2012).
“Indonesia sangat berpotensi dengan proyek-proyek energy terbarukan seperti solar. Pada tahun 2011 energi terbarukan seperti solar yang sudah terpasang 20 megawatt sedangkan untuk bangun 1 megawatt saja butuh sekitar 2 juta dollar dan perlu invest 70 billion dollar, kemudian untuk power transmisi perlu invest 15 miliar dollar,” ungkapnya.
Guru Besar Islamic Banking Australia ini juga mengungkapkan sukuk istisna’ adalah satu-satunya produk yang cocok mendanai proyek besar tersebut.
“Sukuk istisna’ merupakan sukuk yang dipakai untuk pendanaan proyek-proyek berskala besar seperti proyek-proyek energy terbarukan,” jelasnya.
Hanya saja, menurutnya, sukuk ini tidak cocok untuk diterapkan pada energi geothermal (panas bumi) karena sulit tingkat kepastiannya, selain biaya yang tinggi yaitu sekitar 5-7 juta dollar dan gharar (ketidakpastian) yang juga terlalu tinggi.
Menurut Rusydi, saat ini Kementerian Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah sangat mendukung proyek tersebut karena ada listrik berbasis tenaga surya dan sudah bekerjasama dengan rekan lokal seperti PT. DCI dan di luar negeri dengan Mitra Malaysia juga Dubai.
Seperti diketahui, sukuk istisna’ yaitu sukuk yang diterbitkan berdasarkan perjanjian (akad istisna’) di mana pihak yang menyepakati jual beli dalam pembiayaan suatu barang. Sementara soalharga, waktu penyerahan dan spesifikasi barang ditentukan berdasarkan kesepakatan.*