Hidayatullah.com– Puluhan pelajar putri Iran dilarikan ke rumah sakit, hari Selasa (28/2/2023), setelah mengalami keracunan misterius, lapor sebuah kantor berita Iran, sehingga menambah panjang daftar ratusan kasus serupa sebelumnya.
Sebelumnya, ratusan kasus gangguan pernapasan di kalangan pelajar putri telah dilaporkan dalam kurun tiga bulan terakhir, paling banyak di Qom, kota di bagian selatan Iran yang dikenal sebagai kota suci Syiah. Sebagian dari mereka bahkan memerlukan perawatan di rumah sakit.
Hari Ahad, seorang pejabat pemerintah mengatakan bahwa serangan-serangan tersebut diyakini dilakukan dengan sengaja guna memaksakan penutupan sekolah-sekolah bagi anak perempuan.
“Siang hari ini, sejumlah siswa diracun di sekolah putri Khayyam di kota Pardis, Provinsi Teheran,” lapor kantor berita Tasnim, Selasa (28/2/2023), seperti dilansir The Guardian.
Tasnim mengatakan 35 siswa sejauh ini sudah dibawa ke rumah sakit, seraya menambahkan bahwa sejak November tahun lalu sudah terjadi ratusan kasus keracunan sedikitnya di dua kota lain, termasuk Qom.
Pada hari Ahad, siswa di sekolah perempuan di Borujerd dilarikan ke rumah sakit setelah kejadian serupa, yang keempat di kota bagian barat itu dalam sepekan terakhir.
Parlemen Iran mengadakan rapat pada hari Selasa untuk membahas dugaan serangan bersama Menteri Kesehatan Bahram Eynollahi, lapor kantor berita resmi IRNA.
Hari Ahad, Wakil Menteri Kesehatan Iran Younes Panahi mengatakan beberapa orang telah diracuni di sebuah sekolah putri di Qom dengan tujuan menutup lembaga pendidikan khusus perempuan, tanpa memberikan penjelasan lebih lanjut.
Pada 14 Februari, orang tua siswa yang sakit berkumpul di luar Kantor Gubernuran Qom untuk “meminta penjelasan” dari pihak berwenang, lapor IRNA.
Keesokan harinya, juru bicara pemerintah, Ali Bahadori Jahromi, mengatakan kementerian intelijen dan pendidikan sedang berusaha mencari tahu penyebab keracunan tersebut.
Sejauh ini, belum ada penangkapan terkait dengan kasus keracunan tersebut.
Pekan lalu, Jaksa Agung Iran Mohammad Jafar Montazeri memerintahkan penyelidikan yudisial atas insiden tersebut.
Ahmad Amiri Farahani, anggota parlemen daerah perwakilan Qom, mengecam dugaan penyerangan terhadap para pelajar putri tersebut sebagai “tindakan irasional”, menekankan bahwa orang-orang di kota “mendukung pendidikan untuk anak perempuan”.
Pada hari Selasa, mantan wakil presiden reformis Iran Massoumeh Ebtekar menyatakan penyesalan atas “terulangnya kejahatan meracuni gadis-gadis” dan meminta pihak berwenang segera “untuk mengakhiri fanatik misoginistik untuk selamanya.”
Peracunan itu terjadi lebih dari lima bulan setelah maraknya aksi protes seluruh Iran menyusul kematian Mahsa Amini, gadis Kurdi berusia 22 tahun yang mengalami koma dan meninggal setelah disiksa oleh aparat. Amini ditangkap karena dituduh berhijab tetapi tidak sesuai aturan.*