Hidayatullah.com – Sebuah rancangan undang-undang baru di Jerman mewajibkan calon warga negara, termasuk imigran, untuk mengakui hak eksistensi “Israel” sebagai syarat untuk memperoleh kewarganegaraan.
Hal tersebut merupakan upaya Berlin untuk menutupi masa lalu Nazi yang brutal dengan mengorbankan nyawa warga Palestina, kata seorang pakar politik terkemuka kepada TRT World, Senin (20/11/2023).
Aliansi parlemen yang terdiri dari Uni Demokratik Kristen Jerman (CDU) dan Uni Sosial Kristen (CSU) mengesahkan RUU tersebut untuk “mencegah naturalisasi orang asing yang anti-Semit” pada hari Jumat.
RUU kewarganegaraan itu menyatakan bahwa mereka “mendorong agar perolehan kewarganegaraan Jerman bergantung pada komitmen terhadap hak eksistensi Israel dan deklarasi bahwa pemohon naturalisasi tidak melakukan atau akan melakukan upaya apa pun yang ditujukan untuk menentang eksistensi Negara Israel”.
Namun, RUU tersebut tidak menjelaskan dengan jelas apa yang dimaksud dengan “komitmen” tersebut.
Perlu diketahui, Jerman secara resmi mendukung definisi International Holocaust Remembrance Alliance (IHRA), yang sering digunakan untuk mencampuradukkan kritik terhadap “Israel” dengan anti-Semitisme. Para aktivis pro Palestine khawatir, pengesahan RUU tersebut berpotensi menjadikan advokasi atau sikap pembebasan Palestina dari pendudukan “Israel” sebagai sebuah kejahatan.
“Jerman menuntut pengakuan atas hak Israel untuk hidup, sementara Israel melancarkan perang genosida di Gaza,” kata akademisi dan aktivis Yahudi-Amerika terkemuka, Norman Finkelstein.
“Belum lama ini, ketika Jerman memusnahkan orang-orang Yahudi, Jerman menuntut pengakuan atas haknya untuk hidup melawan konspirasi Yahudi-Bolshevik. Tampaknya Jerman perlu menjalani de-Nazifikasi kedua,” lanjutnya.
Karena undang-undang tersebut melibatkan amandemen terhadap Undang-Undang Kewarganegaraan sehingga “orang asing” tidak boleh melakukan kegiatan yang menentang “keberadaan negara Israel”, Jerman kini mungkin berada di jalan untuk menolak kewarganegaraan bagi siapa pun yang pro-Palestina.
Kegiatan-kegiatan semacam demonstrasi pro Palestina bisa dibilang termasuk menentang keberadaan Israel dalam bentuknya yang sekarang.
Sejak 7 Oktober, penjajah Israel telah membombardir Gaza, menyebabkan jumlah warga Palestina yang syahid terus bertambah.
Ismail Thawabta, juru bicara kantor media pemerintah Gaza, mengatakan bahwa lebih dari 13.300 orang telah terbunuh di daerah kantong yang dibombardir itu.
Angka tersebut termasuk lebih dari 5.600 anak-anak yang terbunuh dalam serangan Israel di Jalur Gaza, kata Thawabta kepada para wartawan.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza belum dapat secara teratur memperbarui jumlah korban tewas resminya karena runtuhnya sistem perawatan kesehatan, yang mengumpulkan data.*