Hidayatullah.com—Para pengunjuk rasa di Uni Emirat Arab (UEA) yang menentang normalisasi hubungan dengan ‘Israel’ mendirikan sebuah asosiasi menentang kesepakatan ekonomi, olahraga, keamanan, dan politik apa pun yang ditandatangani negara Teluk dengan negara pendudukan itu, Anadolu Agency melaporkan.
Didirikan oleh enam aktivis UEA, Saeed Nasser Al-Taniji, Saeed Khadim Bin Touq Al-Mari, Ahmad Al-Shaybah, Hamid Abdullah Al-Nuaymi, Hamad Mohammed Al-Shamesi dan Ibrahim Mahmoud Al-e Haram, aliansi tersebut disebut Serikat Perlawanan UEA Melawan Normalisasi (Al-Rabetat Al-Emaratiyat Le Moqawemat Al-Tatbi’e).
Dalam sebuah pernyataan, pendiri asosiasi mengatakan kebijakan UEA untuk menormalisasi hubungan dengan ‘Israel’ sebagai “pengkhianatan” dan menambahkan bahwa langkah-langkah tersebut “melegitimasi pendudukan ‘Israel’ atas tanah Palestina”.
Pada 13 Agustus, Presiden AS Donald Trump mengumumkan “kesepakatan damai” antara UEA dan ‘Israel’ yang ditengahi oleh Washington.
Abu Dhabi mengatakan kesepakatan itu adalah upaya untuk mencegah rencana pencaplokan Tel Aviv atas Tepi Barat yang diduduki, namun, banyak pihak percaya bahwa upaya normalisasi telah dimulai selama bertahun-tahun karena pejabat ‘Israel’ telah melakukan kunjungan resmi ke UEA dan menghadiri konferensi di negara yang sebelumnya tidak memiliki hubungan diplomatik atau lainnya dengan negara pendudukan itu.
Netanyahu pekan lalu mengulangi bahwa pencaplokan tidak akan dibatalkan, tetapi hanya ditunda.
Asosiasi tersebut bertujuan untuk mewakili orang-orang UEA yang menolak perjanjian dan meningkatkan kesadaran tentang “bahaya normalisasi” di antara warga UEA dan mendukung warga Palestina.
Maroko, Bahrain, Oman, dianggap sebagai negara lain yang mungkin mengikuti UEA dan menormalkan hubungan dengan Israel. Sementara, Arab Saudi telah menyatakan menolak normalisasi dengan ‘israel’ hingga kesepakatan damai dengan Palestina terbentuk.
Kesepakatan UEA telah dikecam oleh Palestina dan kelompok pro-Palestina, yang mengatakan tidak ada konsesi dari Israel.
Perdana Menteri Benjamin Netanyahu telah menolak klaim Pemimpin UEA bahwa ‘Israel’ setuju untuk menghentikan rencana aneksasi sebagian besar Tepi Barat dengan imbalan kesepakatan tersebut.
Sebagian besar negara Arab hanya setuju untuk mengakui ‘Israel’ jika negara Palestina didirikan di sepanjang perbatasan tahun 1967, dengan Netanyahu menolak persyaratan tersebut.
Ada kemarahan besar di Abu Dhabi di dunia Arab dengan beberapa mempertimbangkan perjanjian tersebut sebagai cara UEA dan ‘Israel’ bekerja lebih erat pada tujuan strategis regional.
Kedua negara telah berkolaborasi dalam masalah keamanan dan spyware, sementara keduanya sangat menentang pengaruh Iran dan Turki di wilayah tersebut.*