Hidayatullah.com– Pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa sedang dalam proses penarikan diri dari RD Kongo, 25 tahun setelah mereka memulai misinya di negara itu
Penarikan misi pasukan PBB yang diberi nama Monusco itu diumumkan oleh Menteri Luar Negeri RD Kongo pada hari Sabtu (13/1/2024). Proses tersebut akan berlangsung sampai akhir tahun ini, lapor AFP.
Berbicara bersama para pemimpin pasukan Monusco, Menteri Luar Negeri Christophe Lutundula mengatakan dalam konferensi pers bahwa mereka akan berusaha melakukan proses penarikan pasukan “yang patut ditiru”.
Saat ini Monusco menempatkan di lapangan 13.500 personel tentara dan 2.000 personel kepolisian, sebagian besar berasal dari Asia dan Afrika, di tiga provinsi di bagian timur RD Kongo, yaitu Ituri, Kivu Selatan dan Kivu Utara.
Penarikan pasukan akan dilakukan dalam tiga tahap, dimulai dengan penarikan pasukan dari Kivu Selatan sebelum akhir April.
Namun, kata Lutundula rencana itu belum sampai pada tahap “pasukan menaiki pesawat” untuk meninggalkan RD Kongo.
Jadi bisa dikatakan penarikan pasukan Monusco dari RD Kongo sedang diupayakan.
Pangkalan pertama dari 14 pangkalan pasukan PBB di Kivu Selatan diharapkan akan ditutup paling lambat pada 15 Februari dan diserahkan kepada pasukan militer RD Kongo, menurut pimpinan Monusco, Bintou Keita. Pangkalan pertama yang akan diserahkan berada di Kamanyola dekat perbatasan dengan Burundi.
Tanggal akhir penarikan penuh pasukan PBB itu belum ditetapkan, tetapi Lutundula mengatakan dia berharap prosesnya akan rampung pada 31 Desember 2024.
Penarikan pasukan PBB tidak berarti “akhir dari peperangan”, kata Menlu RD Kongo, merujuk pada tudingan Kinshasa bahwa negara tetangganya Rwanda menyokong kelompok pemberontak M23 di Kivu Utara.
Meskipun masih terjadi bentrokan bersenjata di bagian timur RD Kongo, pemerintah selama berbulan-bulan sudah menyuarakan penarikan pasukan PBB itu, yang pertama kali dikirim ke sana pada 1999.
Dewan Keamanan PBB dalam pemungutan suara bulan Desember 2023 setuju untuk memenuhi permintaan pemerintah Kinshasa agar dilakukan penarikan pasukan secara bertahap.
RD Kongo juga tidak lagi mengharapkan kehadiran pasukan regional Afrika Timur, yang mulai mengepak ransel mereka bulan lalu.
Para pemimpin RD Kongo melihat pasukan internasional tidak efektif dalam melindungi penduduk sipil dari kelompok bandit bersenjata dan milisi-milisi yang merajalela di bagian timur wilayahnya selama puluhan tahun.*