Hidayatullah.com—Majelis Ulama Indonesia (MUI) berupaya mendorong Kejaksaan Agung agar mengajukan peninjauan kembali (PK) kedua terhadap keputusan Mahkamah Agung (MA) tentang perkara narkoba yang mengubah hukaman mati menjadi vonis hukuman penjara waktu tertentu. MA menilai hukuman mati melanggar hak azasi manusia dan UUD 1945.
“Kami sekuat tenaga mendorong Kejaksaan Agung agar mengajukan PK kedua terhadap perkara tersebut, walau pun MA sesungguhnya telah mengambil sikap untuk tidak lagi menerima PK yang diajukan kedua kalinya,” kata KH Ma’ruf Amin, Ketua Harian MUI Pusat kepada wartawan, Kamis (18/10/2012) pagi di kantor MUI, Jakarta.
Menurut MUI, vonis MA ini dapat merusak komitmen dan perjuangan bangsa Indonesi dalam memberantas kejahatan narkoba.
Selain itu, kata Kiai Ma’ruf, vonis tersebut dapat mendorong peningkatan peredaran narkoba di tanah air yang akan menambah jumlah korban dan kerusakan bangsa yang semakin parah.
Mengenai penilaian MA bahwa hukuman mati melanggar HAM, MUI menilai hal ini merupakan pertanda hakim-hakim MA belum memahami secara komprehensif hukuman mati dalam kaitannya dengan HAM dan UUD 1945.
“Hukuman mati sudah ada dalam UU negara. Ada sekitar 10 UU yang mengatur hukuman mati,” tegas Kiai Ma’ruf.
Secara khusus MUI pada Munas ke-7 tahun 2005 telah mengeluarkan fatwa bolehnya negara memberi hukuman mati pada pelaku tindak pidana tertentu.
“Di dalam fatwa Nomor 10/MUNAS VII/MUI/14/2005 yang dikeluarkan pada 29 Juli 2005 MUI secara tegas menyatakan Islam mengakui eksistensi hukuman mati dan memberlakukannya dalam jarimah (tindak pidana) hudud, qishah, dan ta’zir,” jelas Kiai Ma’ruf.
Pada kesempatan ini, MUI juga meminta Kementerian Hukam dan HAM untuk tidak memberikan remisi dan pembebasan bersyarat kepada terpidana kasus narkoba.*