Hidayatullah.com– Setelah tertunda selama beberapa tahun, akhirnya Aljazair meresmikan masjid yang dapat menampung seratus ribuan jamaah dan terbesar di Benua Afrika dengan menara tertinggi sedunia.
Djamaa el Djazaïr, atau Grande mosquée d’Alger dalam bahasa Prancis yang biasa dipakai penduduk setempat, memiliki kapasitas 120.000 orang.
Masjid tersebut memiliki menara setinggi 265 meter, merupakan yang tertinggi di dunia. Masjid itu adalah yang terbesar ketiga di dunia dan paling besar seantero Afrika.
Desainnya modern tetapi mempertahankan budaya dan tradisi Arab dan Afrika Utara. Di kompleks masjid jami itu terdapat sebuah landasan helikopter dan sebuah perpustakaan yang dapat menampung 1.000.000 buku.
Presiden Aljazair Abdelmadjid Tebboune meresmikan masjid dalam acara seremonial sebab selama lima tahun terakhir rumah ibadah itu sebenarnya sudah dibuka untuk wisatawan dan kunjungan tamu kenegaraan, lapor Associated Press Senin (26/2/2024).
Waktu peresmian ini dilakukan menjelang bulan Ramadhan, dan menandakan masjid secara resmi terbuka bagi masyarakat umum untuk shalat lima waktu dan tarawih.
Terletak di pesisir Laut Mediterania, pembangunan Masjid Agung Aljazair dimulai pada tahun 2010-an. Namun disebabkan adanya beragam masalah, penggarapannya oleh sebuah perusahaan kontruksi asal China menjadi tersendat-sendat.
Selama tujuh tahun pembangunannya, pembangunan masjid mendapatkan banyak sorotan tajam dan kritik, termasuk perihal pemilihan lokasi yang menurut para pakar rawan gempa. Namun, hal ini ditepis pemerintah lewat sebuah rilis pers yang dimuat hari Ahad (25/2/2024) oleh kantor berita pemerintah APS. Masyarakat sebagian mengkritik proyek itu dengan mengatakan mereka lebih mendukung pembangunan empat rumah sakit baru di Aljazair.
Proyek itu secara resmi tercatat menelan biaya $898 juta.
Masjid itu awalnya merupakan proyek Presiden Abdelaziz Bouteflika. Dia ingin masjid besar itu menjadi legasi pemerintahannya dan bermaksud menamakannya dengan “ Masjid Abdelaziz Bouteflika” dan meniru Masjid Hassan II yang berada di Casablanca, Maroko. Masjid di negeri tetangga itu dinamai seperti nama mendiang Raja Maroko Hassan II dan sebelumnya menjadi masjid terbesar di Afrika.
Aksi protes tahun 2019 di Aljazair memaksa Bouteflika mengundurkan diri setelah 20 tahun berkuasa. Dengan demikian dia gagal untuk menyelesaikan proyek itu dan tidak bisa meresmikannya pada Februari 2019 seperti yang direncanakannya.
Pembangunan masjid itu, berikut proyek pembangunan jalan nasional dan satu juta unit rumah baru diwarnai isu korupsi, kolusi dan nepotisme oleh Bouteflika dan kawan-kawannya.*