Hidayatullah.com – Uni Emirat Arab baru saja menyelesaikan pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir, menjadikannya sebagai negara Arab pertama yang membangun PLTN.
PLTN Barakah, meski selesai dibangun pada Ahad (08/09/2024), belum langsung dapat beroperasi penuh.
Reaktor keempat dan terakhir dari pembangkit ini mulai beroperasi secara komersial pada hari Kamis, yang merupakan tonggak sejarah penting bagi ambisi energi negara ini.
Barakah, yang berarti “berkah” dalam bahasa Arab, terletak di Abu Dhabi dan akan menghasilkan 40 terawatt-jam (TWh) listrik setiap tahun. Produksi ini akan memenuhi 25 persen kebutuhan listrik UEA, menurut perusahaan milik negara Emirates Nuclear Energy Corporation (ENEC).
Pembangkit ini juga akan memasok listrik ke industri-industri utama seperti Perusahaan Minyak Nasional Abu Dhabi, Emirates Steel, dan Emirates Global Aluminium.
Presiden Sheikh Mohamed bin Zayed Al-Nahyan memuji penyelesaian PLTN ini sebagai “langkah signifikan” menuju target nol emisi UEA.
“Kami akan terus memprioritaskan keamanan dan keberlanjutan energi untuk kepentingan bangsa dan rakyat kami hari ini dan esok,” kata bin Zayed dalam sebuah unggahan di X.
Pembangkit listrik tenaga nuklir ini merupakan bagian dari strategi UEA untuk mengurangi ketergantungannya pada bahan bakar fosil dan meningkatkan energi terbarukan pada tahun 2050.
Program nuklir UEA, yang diluncurkan pada tahun 2009, merupakan bagian dari investasi sebesar $20 miliar.
Dengan keempat reaktor yang sekarang beroperasi, negara ini bergabung dengan sekelompok kecil negara yang memiliki pembangkit listrik tenaga nuklir yang berfungsi.
Namun, UEA menyatakan bahwa ambisi nuklirnya semata-mata untuk tujuan damai, yang membedakannya dengan program nuklir Iran, yang diperlakukan dengan penuh kecurigaan oleh ‘Israel’, negara-negara Teluk tetangga dan sekutu Barat mereka.
Sesama negara GCC, Arab Saudi juga berencana untuk mengembangkan industri nuklir sebagai bagian dari strategi transisi energi.
Kerajaan ini bertujuan untuk menambah kapasitas energi nuklir sebesar 17 gigawatt pada tahun 2032. Namun, perkembangannya relatif lambat, dengan negara ini masih berada di tahap awal upaya pengembangan nuklir.*