Hidayatullah.com– Bencana banjir yang melanda Sahel beberapa waktu terakhir beserta dampak yang ditimbulkannya memaksa sejumlah negara di kawasan itu untuk meminta bantuan internasional.
Kementerian Kesehatan Mali meminta bantuan mitra internasional untuk menyediakan sekitar €4,5 juta (3 miliar franc CFA) untuk “menangani kerusakan material” dan “risiko kesehatan”, khususnya yang berkaitan dengan genangan air yang berisiko menimbulkan penyakit dan wabah.
Dalam laporan terakhirnya yang dikeluarkan pada tanggal 4 September, pihak berwenang mengatakan bahwa sejak awal musim hujan (pada bulan Juni) telah terjadi 228 kasus banjir di 18 wilayah, sebanyak 18.140 rumah tangga terkena dampak dan 42 orang kehilangan nyawa.
Daerah Segou, Gao dan Bamako termasuk yang paling parah terdampak.
Pihak pemerintahan transisi mengumumkan bencana nasional pada tanggal 23 Agustus dan menyusun rencana untuk memperkuat ketahanan pangan dan membantu rumah tangga yang terkena dampak.
Dewan Menteri-Menteri Mali mengadopsi langkah-langkah seperti peningkatan kesadaran berkelanjutan mengenai risiko banjir, larangan resmi lahan rawan banjir untuk dijadikan perumahan, serta pembersihan selokan dan persimpangan jalan dari sampah guna meningkatkan aliran air.
“Ada banyak kebutuhan akan tempat berlindung, makanan, atau kesehatan, khususnya untuk mencegah wabah penyakit,” kata Mohamed Askia Touré, koordinator urusan kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa di Mali, kepada RFI.
“Sebagian besar warga yang mengungsi akibat banjir kini berada di sekolah-sekolah,” kata Touré, seperti dikuti RFI Senin (9/9/2024).
“Kami memastikan bahwa kebutuhan yang mereka perlukan akan terpenuhi, terutama supaya mereka dapat kembali ke tempat asal dan supaya sekolah-sekolah ini dapat dibuka kembali dalam beberapa pekan mendatang,” imbuhnya.
Amerika Serikat menanggapi pernyataan darurat nasional Mali dengan mengumumkan bantuan $125.000 (€110.000) yang akan disalurkan lewat Unicef Palang Merah Internasional.
Selain itu, USAID akan mendanai pembagian ember, makanan, tablet pemurni air, peralatan dapur, tikar, minyak, beras, dan sabun.
USAID juga menyediakan lima kendaraan untuk membantu evakuasi.
Pengungsian besar-besaran oleh masyarakat telah mengganggu pendidikan anak-anak di awal tahun ajaran ini, kata Save the Children, hari Jumat (6/9/2024).
“Ratusan ribu anak kini terusir dari rumah mereka dan menghadapi penyakit, kelaparan akibat kerusakan tanaman pangan, serta terganggu pendidikannya, karena sekolah-sekolah penuh sesak dengan keluarga-keluarga yang mengungsi,” kata organisasi kemanusiaan berbasis di London, Inggris, itu.
“Negara-negara ini sudah dilanda konflik dan ketidakamanan, sehingga semakin sulit untuk melakukan tanggap bencana,” kata Vishna Shah-Little, direktur advokasi regional, media dan komunikasi Save the Children untuk wilayah Afrika Tengah dan Afrika Barat.
Musim hujan di negara-negara Sahel berlangsung dari bulan Juni hingga September dan membawa masalah serupa setiap tahun.
Banjir parah juga melanda negara Niger, di mana hujan lebat sejak bulan Juni telah menewaskan 273 orang, melukai 278 lainnya, dan menyebabkan lebih dari 700.000 orang kehilangan tempat tinggal, menurut data Kementerian Dalam Negeri Niger.
Sekitar 649.184 orang terpaksa mengungsi di negara itu.
Selain banjir bandang dan tanah longsor, hujan lebat juga menyebabkan hancurnya salah satu masjid tertua di negara mayoritas Muslim tersebut.
Bangunan masjid ikonik di Zinder, yang terbuat dari lumpur dan dibangun pada pertengahan abad ke-19, “terhapus dari peta pekan lalu setelah terjadi hujan lebat”, kata warga setempat Ali Mamane mengonfirmasi kabar tersebut kepada kantor berita Prancis AFP. (Lihat video di bawah)
Terbuat dari campuran tanah dan jerami yang disebut banco, bangunan itu merupakan masjid kedua yang paling banyak dikunjungi di Niger setelah masjid Agadez yang tercantum dalam daftar warisan dunia Unesco, menurut Kementerian Pariwisata Niger.*