Hidayatullah.com– Pengadilan banding Swiss menyatakan Tariq Ramadan bersalah atas dakwaan pemerkosaan seorang wanita di sebuah hotel di Jenewa 15 tahun lalu, membatalkan keputusan pengadilan dibawahnya yang menyatakan cendikiawan Muslim itu tidak bersalah.
Pengadilan banding menyatakan “membatalkan putusan 24 Mei 2023” dan menjatuhkan hukuman tiga tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun kepada mantan profesor Universitas Oxford itu, lapor AFP Selasa
Keputusan tersebut sedikit lebih ringan dari tuntutan jaksa, yang meminta supaya terdakwa dihukum tiga tahun penjara dengan penangguhan separuhnya.
Keputusan tersebut dibuat oleh pengadilan banding pada 28 Agustus, tetapi tidak diumumkan ke publik sampai dikabarkan oleh lembaga penyiaran RTS hari Selasa (10/9/2024), lapor AFP.
Keputusan pengadilan banding itu kemungkinan akan digugat lagi ke mahkamah agung.
Tariq Ramadan bersikukuh menyatakan dirinya tidak bersalah.
Orang yang menuduhnya, seorang wanita mualaf yang diidentifikasi sebagai “Brigitte”, bersaksi di pengadilan bahwa Tariq Ramadan telah memperkosanya dan melakukan tindak kekerasan seksual terhadap dirinya di sebuah kamar hotel di Jenewa, Swiss, pada malam 28 Oktober 2008.
Pengacara Brigitte mengatakan bahwa kliennya mengalami pemerkosaan berulang dan menjadi korban “penyiksaan dan barbarisme”.
Ramadan mengatakan bahwa Brigitte datng sendiri ke kamar hotelnya tanpa diundang. Wanita itu membiarkannya menciumnya, kata Ramadan, sebelum akhirnya bergegas mengakhiri keintiman tersebut. Ramadan mengatakan bahwa dirinya “dijebak”.
Brigitte berusia 40-an tahun ketika serangan seksual yang dituduhkan tersebut terjadi. Dia mengajukan pengaduan 10 tahun kemudian, mengatakan di pengadilan bahwa dia baru berani untuk melaporkan kasusnya setelah muncul pengaduan serupa diajukan terhadap Ramadan di Prancis.
Putusan banding ini membatalkan putusan pengadilan di bawahnya tahun lalu yang membebaskan Ramadan dari tuduhan pemerkosaan dan pemaksaan seksual, dengan alasan kurangnya bukti, kesaksian yang saling bertentangan dan “pesan-pesan cinta” yang dikirim oleh penggugat terhadap terdakwa setelah kejadian tersebut.
Namun selama persidangan banding, pengacara Brigitte menuding Ramadan telah melakukan kontrol yang sangat ketat terhadap wanita tersebut, menunjukkan bahwa wanita itu menderita sesuatu yang mirip dengan sindrom Stockholm (sindrom di mana korban kejahatan jatuh cinta terhadap pelaku).
Ketiga hakim pengadilan banding menilai kesaksian para saksi, sertifikat, catatan medis, dan pendapat ahli swasta yang diajukan penggugat konsisten dengan fakta yang disajikan oleh penggugat.
“Unsur-unsur yang dikumpulkan selama penyelidikan telah meyakinkan majelis tentang kesalahan terdakwa,” kata pengadilan dalam sebuah pernyataan.
Ramadan adalah seorang profesor studi Islam kontemporer di Universitas Oxford dan kersp menjadi dosen tamu di universitas-universitas di Qatar dan Maroko. Dia mengambil cuti pada tahun 2017 ketika tuduhan pemerkosaan muncul di Prancis di tengah maraknya gerakan “Me Too”. Di Prancis, dia diduga memperkosa tiga wanita antara tahun 2009 dan 2016.
Tim pembela Tariq Ramadan saat ini sedang berjibaku menghadapi keputusan pengadilan banding Paris pada bulan Juni yang menyatakan bahwa kasus-kasus tersebut dapat disidangkan.*