Hidayatullah.com– Kasus pembakaran al-Qur’an di Swedia dengan terdakwa Rasmus Paludan sudah mulai disidangkan, tetapi politisi kanan-jauh itu tidak berani hadir di pengadilan karena takut nyawanya terancam.
Rasmus Paludan, pemimpin partai politik Denmark Stram Kurs (Garis Keras), adalah orang pertama yang diadili di Swedia terkait pembakaran al-Qur’an.
Dia menolak menghadiri persidangan yang dimulai hari Senin (14/10/2/24) di pengadilan distrik Malmö, dengan alasan nyawanya akan terancam jika ia pergi ke kota di bagian selatan Swedia tersebut. Sebaliknya, dia muncul melalui tautan video dari sebuah lokasi yang dirahasiakan di Swedia, lapor The Guardian.
“Hari ini, 14 Oktober, sidang utama dimulai di pengadilan distrik Malmö dalam kasus di mana seorang pria berusia 42 tahun telah didakwa dengan dua tuduhan penghasutan terhadap suatu kelompok etnis dan penghinaan. Peristiwa tersebut terjadi pada bulan April dan September 2022 di Malmö,” kata kantor kejaksaan.
Pada bulan April 2022, Paludan mengadakan pertemuan publik yang diikuti oleh kerusuhan di kota-kota Swedia termasuk Malmö, Landskrona, Linköping dan Örebro selama akhir pekan Paskah. Pada pertemuan-pertemuan tersebut dia membuat beberapa pernyataan yang menurut jaksa merupakan hasutan terhadap suatu kelompok etnis.
Pada pertemuan lainnya di bulan September 2022, Paludan dituduh melakukan serangan verbal bermotif rasial terhadap “orang-orang Arab dan Afrika”. Atas perbuatannya tersebut, dia didakwa melakukan penghinaan, tindak kejahatan yang menurut hukum di Swedia dapat dihukum dengan denda atau penjara paling lama enam bulan. Paludan membantah semua tuduhan tersebut.
Lewat tautan video, Paludan membela diri dengan berkata, “Saya seorang kritikus Islam dan mengkritik Islam. Bukan Muslim.” Dia menambahkan, “Saya ingin mengkritik ide, bukan orang.”
Pada musim panas 2023, serangkaian protes pembakaran al-Qur’an di Swedia, termasuk di luar gedung parlemen, memicu perdebatan domestik mengenai undang-undang kebebasan berekspresi yang sangat liberal di Swedia. Aksi pembakaran itujuga menyebabkan pertikaian diplomatik antara Swedia dan negara-negara Muslim.
Pembakaran al-Qur’an oleh Paludan di luar Kedutaan Besar Turki di Stockholm pada bulan Januari 2023 secara luas dianggap telah menghambat Swedia untuk menjadi anggota NATO.
Vilhelm Persson, seorang profesor hukum di Universitas Lund, mengatakan persidangan Paludan memiliki “makna mendasar” karena kasus ini merupakan kasus pertama terkait pembakaran al-Qur’an yang dibawa ke pengadilan. Namun, dia mengatakan fakta bahwa persidangan tersebut disidangkan di pengadilan distrik berarti ada batasannya. Agar dapat menjadi preseden hukum, persidangan tersebut perlu disidangkan di tingkat mahkamah agung Swedia.
Jaksa senior Adrien Combier-Hogg mengatakan pada bulan Agustus, “Menurut penilaian saya, ada cukup alasan untuk mengajukan tuntutan dan sekarang pengadilan distrik akan menyidangkan kasus tersebut.”*