Hidayatullah.com– Dinas pendidikan negara bagian Texas, Amerika Serikat, hari Jumat (22/11/2024) menyetujui lewat pemungutan suara 8-7 kurikulum baru berbasis Bibel untuk sekolah dasar.
Kurikulum tersebut, dinamai “Bluebonnet Learning”, dapat diimplementasikan paling cepat Agustus 2025 dan diberikan dalam bahan ajar bidang studi bahasa dan bahasa Inggris untuk anak tingkat taman kanak-kanak sampai kelas lima sekolah dasar, lansir The Guardian Jumat (22/11/2024).
Para guru diberikan pilihan untuk menggunakan kurikulum berdasarkan Bibel tersebut, tetapi pemerintah negara bagian menawarkan insentif uang $60 bagi setiap siswa yang mengambil pelajaran itu di sekolah-sekolah distrik.
Para orang tua, guru, dan kelompok peduli hak asasi manusia menyuarakan protes atas tindakan tersebut yang dianggap melanggar konstitusi AS dan akan mengasingkan siswa dan guru pemeluk agama lain.
“Kurikulum Bluebonnet terang-terangan mengabaikan kebebasan beragama, yang merupakan landasan negara kita sejak berdirinya. Politisi yang sama, yang menyensor apa yang boleh dibaca siswa, sekarang ingin memaksakan agama yang disponsori negara ke sekolah-sekolah umum kita,” kata Caro Achar, koordinator keterlibatan untuk kebebasan berbicara di American Civil Liberties Union cabang Texas.
“Kami mendesak distrik-distrik untuk menolak kurikulum opsional ini dan menegakkan pendidikan sekolah umum yang menghormati keberagaman agama dan hak-hak konstitusional siswa di Texas,” tegasnya.
Contoh ajaran Bibel yang dimasukkan dalam kurikulum sekolah taman kanak-kanak adalah “aturan emas”, yang mengajarkan pentingnya memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan, yang dikaitkan dengan khutbah Yesus di gunung.
Untuk pelajaran kelas tiga, dipaparkan tentang kehidupan awal Yesus di masa Romawi kuno. Menurut Bibel, di hari Yesus dilahirkan, ibunya Maria dan Yosef (suami Maria) bepergian ke kota Betlehem untuk mendaftarkan diri dalam sensus yang dilakukan pihak kerajaan. Sensus yang diwajibkan oleh pemerintah Romawi itu mengharuskan setiap warga dihitung dan didaftarkan namanya. Sensus itu diperlukan untuk mengetahui berapa banyak warganya yang harus membayar pajak, praktik yang sampai sekarang dilakukan oleh berbagai pemerintahan di seluruh belahan dunia. Ketika Maria dan Yosef tiba di Betlehem, mereka diberitahu tidak ada kamar yang tersedia untuk disewa. Mereka lantas berteduh di sebuah kandang terdekat. Di sanalah Yesus lahir. Ketika Yesus dilahirkan, Maria menyelimutinya dengan selembar kain dan meletakkannya di dalam sebuah palungan, yaitu kotak kayu atau batu panjang yang digunakan sebagai wadah pakan ternak. Narasi kelahiran Yesus ini sampai sekarang sering ditampilkan dalam bentuk drama dan pajangan diorama saat perayaan Natal.
Menurut Bibel sepanjang hidupnya Yesus mengajarkan tentang kasih Tuhan dan pengampunan, serta menampilkan banyak mukjizat.
Dalam perbicangan lewat SMS yang dilihat The Guardian antara Chancie Davis, seorang mantan guru dari sekolah distrik independen Katy yang menyatakan keberatan dengan kurikulum itu, dan anggota dewan pendidikan negara bagian Audrey Young, yang memberikan suara mendukung kurikulum tersebut, Young membantah adanya penyebutan Yesus dalam kurikulum itu dan menegaskan dukungannya.
“Anda pikir setiap orang, apa pun keyakinannya, harus belajar tentang Bibel,” tulis Davis kepada Young.
“Supaya dapat berpartisipasi secara penuh dalam masyarakat yang terpelajar,” jawab Young mengiyakan.
Davis mengatakan dia mulai mengirim pesan teks kepada Young setelah menemukan nomor ponselnya di situs web dewan. Davis mengaku “terkejut” menerima balasan pesan teks dari anggota dewan wakil dapilnya itu, terutama karena dibalas di saat pemungutan suara untuk meloloskan kurikulum itu sedang berlangsung.
Davis merasa kaget karena Young sebagai wakil rakyat membuat keputusan tanpa mendengarkan suara dan pendapat warga yang diwakilinya.
Davis menegaskan bahwa ada batasan yang jelas dalam pemisahan antara gereja dan negara, dan “menurut saya [kurikulum] ini melanggar batasan itu,… semua siswa berhak untuk terwakili, bukan hanya kalangan Kristen.”
Bryan Henry, seorang warga Cypress, Texas, orang tua murid dan pegiat sekolah publik yang berafiliasi dengan Cypress Families for Public Schools, mengatakan kurikulum tersebut “merupakan contoh teranyar bahwa Texas merupakan laboratorium nasionalisme Kristiani”.
Lebih mengejutkan lagi, menurut Henry, pihak otoritas pendidikan akan memberikan insentif uang kepada siswa yang mengikuti kurikulum itu, sementara di saat yang sama pemerintah setempat memangkas anggaran sekolah umum demi dibagikan ke sekolah swasta Kristen.
Seorang juru bicara Texas State Teachers Association, yang berafiliasi dengan salah satu serikat kerja terbesar di Amerika Serikat National Education Association, kepada The Guardian mengatakan bahwa insentif uang itu sama seperti memberikan uang kepada murid sekolah Minggu Kristen di sekolah-sekolah umum, sesuatu yang seharusnya tidak boleh dilakukan, karena berarti ada diskriminasi terhadap siswa penganut agama lain.
Darcy Hirsh, direktur bidang hubungan pemerintah dan advokasi di National Council of Jewish Women, organisasi hak sipil feminis Yahudi tertua di AS, mengaku kepada The Guardian bahwa pihaknya sangat kecewa dengan diloloskannya kurikulum itu. Pasalnya, komunitas Yahudi berusaha untuk selalu mematuhi ketentuan pemisahan antara agama dan negara.*