Hidayatullah.com–Pergolakan yang terjadi di Yaman memang terlihat berlarut-larut. Pasukan Koalisi Arab terus berusaha memojokkan pemberontak Syiah Al-Hautsi (Syiah Al Houthi) yang sudah sejak bulan Februari lalu menduduki Ibu Kota Sana’a.
Tapi ada hal yang perlu ditekankan dan digaris bawahi tentang peta peperangan serta tempat-tempat mana saja yang relatif aman di Yaman.
Secara garis besar Negara Yaman terbagi menjadi dua bagian, Yaman Utara dan Yaman Selatan. Dalam hal ini, pusat pergolakan lebih tergambar di wilayah Yaman bagian utara, meliputi Ibu Kota Sana’a, Hudaidah, dan wilayah-wilayah sekitarnya.
Sedangkan di wilayah Yaman selatan yang didominasi oleh kota-kota di Provinsi Hadhramaut, pergolakan peperangan di Yaman sama sekali tidak menyentuh kawasan ini.
Mungkin hanya di Provinsi Aden saja, karena memang statusnya sebagai pusat kota serta tempat berlindungnya Presiden Abdurabbuh Mansyur HAdi sebelum akhirnya mengungsi ke Saudi Arabia karena tekanan Syiah Al Hautsi.
Tidak bisa dipungkiri jika unsur sekte sedikit banyak juga mendominasi sumbu peperangan ini. Hanya saja, Hadhramaut memang tidak memiliki hubungan, baik sekte yang tengah bersitegang serta politik praktis yang bersentuhan langsung dengan pemerintahan, apalagi jika melihat sebagian kota-kota di Hadhramaut, seperti: Tarim, Mukalla, dan lain sebagainya.
Kota-kota ini bahkan sama sekali tidak terkena efek peperangan walaupun sedikit. Ini yang menjadi pertimbangan para pelajar di Hadhramaut untuk tetap bertahan di Yaman, karena jika harus evauasi, sedangkan keadaan aman-aman saja, tentu itu menghambat pendidikan yang tengah dijalani.
Sebagaimana halnya disampaikan Rofik Anwari, Ketua PPI Hadhramaut, mengapa ia memilih bertahan di Yaman dan tidak ikut evakuasi.
Ia memilih tetap tinggal karena kondisi di Tarim dan Hadhramaut dinilai masih kondusif.
Hal senada juga diungkapkan petinggi-petinggi organisasi di Hadhramaut, seperti Asosiasi Mahasiswa Indonesia Al-Ahgaff, PCI NU Yaman, dan lain sebagainya, yang memang mengerti kondisi lapangan secara langsung.
Keadaan yang seperti ini harusnya menjadi pertimbangan pemerintah dalam keputusan mengevakuasi WNI di Yaman.
“Secara tidak langsung, jika kita mengikuti evakuasi ini, sama saja menghambat pendidikan kami, sedangkan kondisi di Tarim secara khusus dan Hadhramaut secara umum memang benar-benar kondusif. Bahkan, kegiatan perkuliahan hingga detik ini masih terus berjalan. Kami mohon kepada semua media agar memberitakan secara gamblang tentang keadaan di Yaman, agar semua orang bisa melihat wajah Yaman yang sebenarnya, tidak hanya melihat Yaman dari satu sisi saja yang mengerikan. Dan itu sangat disesalkan,” ujar Adly Al-Fadlly, Ketua Forum Lingkar Pena cabang Hadhramaut.
Sebagaimana diketahui, jumlah pelajar Indonesia di provinsi Hadramaut sekitar 1.800-an orang. Di Tarim saja sekitar 1.300 orang.*/Dly FLP Hadhramaut