Hidayatullah.com—Salah satu sumber kesesatan Syiah adalah akidah imamah, yang merupakan inti dari penyimpangan Syiah.
Demikian disampaikan pemerhati masalah Syiah, Ahmad Rofiqi, Lc pada perkuliahan Sekolah Pemikiran Islam (SPI) #IndonesiaTanpaJIL yang digelar pada 5 Mei 2015 di Aula Mi’raj Tours & Travel, Jl. Cihapit No. 41, Bandung.
“Orang Syiah meyakini bahwa imam atau khalifah dipilih oleh Allah dan disebutkan di dalam Al-Qur’an. Kesebelas Imam Syiah merupakan pemimpin tertinggi dalam Syiah, bahkan kedudukannya dianggap melebihi seorang Nabi,” ujar Rofiqi.
Dalam acara yang mengangkat tema “Syiah”, Ahmad Rofiqi membahas masalah imamah yang diyakini para penganut Syiah.
“Untuk mengakomodir akidah imamah ini, Syiah membuat akidah dukungan seperti Tahkrif Qur’an dimana orang Syiah meyakini bahwa Mushhaf ‘Utsmani bukan merupakan Al-Qur’an yang otentik, karena dianggap telah dikurangi, ditambah dan dihilangkan bagiannya. Adapun Al-Qur’an yang sebenarnya, menurut mereka, yang menyebutkan Imamah ‘Ali dan imam lainnya, saat ini masih dipegang oleh Imam Mahdi yang akan diperlihatkan kepada manusia pada hari kiamat,” ujarnya.
Berdasarkan keyakinan tersebut, ujar Rofiqi, para khalifah sebelum Imam Ali yaitu Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq, ‘Umar Bin Khatab dan ‘Utsman Bin Affan dinilai telah kafir serta yang mendukung kekhalifahan mereka termasuk sahabat Nabi juga dimasukkan ke dalam golongan kafir, ungkap Rofiqi.
“Selanjutnya terdapat keyakinan Bada’. Bada’ secara bahasa adalah sesuatu yang sebelumnya tidak ada menjadi ada. Berdasarkan keyakinan tersebut, orang Syiah menganggap bahwa Allah telah salah memilih Muhammad, karena yang seharusnya menjadi Nabi itu adalah Ali bin Abi Thalib, sehingga dalam hal ini Allah bisa saja tidak tahu dan salah. Hal tersebut diyakini oleh Syiah telah disebutkan dalam Qur’an versi Syiah,” ujar Rofiqi.
Dalam materi ini juga dibahas tentang Wilayatul Faqih yang menurutnya berawal dari Imam Kesebelas yaitu Hasan Al-Askari yang meninggal tanpa meninggalkan keturunan laki-laki, sehingga terjadi perdebatan siapa Imam Keduabelas, dan akhirnya diputuskan bahwa yang meneruskan kepemimpinan imam adalah Wilayatul Faqih.
Di masa sekarang, Wilayatul Faqih di Iran dipegang oleh seorang Ayatullah. Dimana kedudukan seorang Ayatullah sangat besar, termasuk dalam hal membuat syari’at agama, sehingga perkataan Ayatullah dinilai setingkat dengan Al-Qur’an dan Hadits, dan hal ini merupakan kesesatan yang nyata, pungkas Rofiqi.*/kiriman Bagja R. Putra