Hidayatullah.com—Banyaknya persoalan yang muncul di Republik Indonesia belakangan ini lebih diakibatkan oleh lemahnya leadership pemimpin.
“Perbedaan di tangan pemimpin yang kuat akan menjadi kekuatan. Sementara perbedaan di tangan pemimpin yang akan menjadi ancaman kehancuran, “ ujar Wakil Ketua DPRI RI, Fadli Zon dalam kuliah umum di UIN Ar-Raniry dengan tema: “Revisi UU Pemilu Menuju Indonesia yang Lebih Demokratif”.
Kuliah umum yang diselenggarakan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan (FISIP) UIN Ar-Raniry ini ini berlangsung di Aula Mesium Tsunami, Senin, (08/05/2017).
Kuliah umum yang dimoderatori Muazzinah Yacob ini dibuka oleh Dekan FISIP UIN, Prof. Dr M. Nasir Budiman, MA serta dihadiri sejumlah akademii UIN dan seratusan mahasiswa. Selain itu juga dihadiri oleh Wakil Dekan FISIP, Dr Muji Mulia dan Drs. Muslim Zainuddin, M.Si.
Baca: Fadhli Zon: Hukum Harus Ditegakkan Meski Langit Runtuh
Dalam paparan yang panjang lebar, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini ikut menkritisi kondisi kebangsaan yang kian tak menentu akhir-akhir ini.
Fadli menjelaskan, Kemanapun ia pergi akhir-akhir ini, ia selalu bertanya kepada masyarakat, apakah kehidupan sekarang lebih baik atau tidak, dan jawaban yang diperolehnya adalah “tidak”.
Sementara itu, sebelumnya, saat memberi kata sambutan, di hadapan Fadli Zon, Rektor UIN Ar-Raniry, Prof Dr Farid Wajdi Ibrahim menjelaskan dinamika Syari’at Islam di Aceh khususnya serta perkembangan politik nasional dalam kaitannya dengan relasi Islam dan politik.
“Kalau hari ini ada yang katakan pisahkan Islam dari politik, itu artinya ia tidak paham Islam kaffah, Islam yang rahmatan lil ‘alamiin, “ ujar Prof Farid disambut tepuk tangan peserta kuliah umum.
Rektor juga menegaskan, hari ini di Aceh ada pihak yang senantiasa merongrong pelaksanaan Syari’at Islam. Ada kasus pelaku Gay ditangkap dan diproses dengan hukum, lalu datang pihak luar menekan Aceh untuk tidak menghukumnya.
“Ada yang tanya, boleh tidak asing campuri urusan penegakan Syari’at Islam di Aceh. Saya jawab, boleh saja dengan syarat kalau kita juga bisa campuri urusan internal mereka, “ tegas Prof Farid.
Selain itu, dalam sambutannya, Prof Farid juga menjelaskan, di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan (FISIP) UIN Ar-Raniry ini, secara bertahap akan dikaji Maqashid Syari’ah dalam semua dimensi, karena diharapkan agar FISIP ini mampu merespon tuntutan masyarakat Aceh akan terwujudnya integrasi Islam dalam politik. Maka itu, kata Prof Farid, kajian ilmu di FISIP UIN ini harus terwarnai dengan warna Islam, yaitu bahwa dalam Islam tidak ada pemisahan antara agama dan politik.
“Paham sekulerisme yang memisahkan agama dan politik itu muncul di masa Mustafa Kamal Attaturk di Turki, dimana sejak sekulerisme dipaksakan di Turki sejak itu pula negara tersebut gagal dalam segala bidang,“ ujar Prof Farid.
Saat sesi tanya, nampak peserta memuji kiprah politik Fadli Zon di parlemen yang dianggap telah mewakili aspirasi masyarakat.*/ kiriman Teuku Zulkhairi, Staf Humas UIN Ar-Raniry (Aceh)